Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Sebut "Konoha" dan "Wakanda" di Medsos Jadi Tanda Demokrasi yang Ada Tidak Sehat

Kompas.com - 29/08/2023, 13:22 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon presiden (Bacapres) Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan, menyinggung frasa "Negeri Konoha" dan "Negeri Wakanda" yang kerap muncul di media sosial.

Kata ganti tersebut umumnya muncul ketika masyarakat hendak menyampaikan kritik kepada pemerintah atas suatu peristiwa atau kebijakan yang diambil, namun justru melakukan "self censorship".

Padahal, masyarakat hidup di era demokrasi yang semestinya kebebasan berpendapat dihargai. Penggunaan frasa itu, menurut Anies, justru menjadi tanda ketakutan publik saat memberikan kritik.

Baca juga: Anies Ingin Miskinkan Koruptor untuk Beri Efek Jera

"Ini sekarang yang jadi masalah, karena kita saksikan di sosial media banyak sekali yang kalau mau nulis itu nyebutnya Konoha, Wakanda. Apa artinya?" kata Anies saat Kuliah Kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (29/8/2023).

"Ini menunjukan ada self censorship (memberikan sensor terhadap diri sendiri)," sambung dia.

Untuk diketahui, Konoha adalah sebutan untuk salah satu desa ninja pada serial komik Naruto. Sementara Wakanda merupakan sebutan wilayah atau negara di dalam serial film Avengers.

Ia pun mencontohkan ketika warganet hendak mengkritik soal polusi udara yang tinggi di Jakarta. Warganet justru menyalahkan pemerintah Kota Lahore di Pakistan, atas polusi yang terjadi, alih-alih mengkritik pemerintah sendiri.

Baca juga: Hari Ini, Anies Akan Jadi Narasumber Kuliah Kebangsaan di UI

"Ini tanda-tanda (Demokrasi) yang tidak sehat, kenapa saya katakan begitu. Ada dua sistem di dunia ini, demokratik dan non demokratik. Non demokratik pilarnya adalah fear, rasa takut, yang demokratik pilarnya adalah trust (rasa percaya)," ucap Anies.

Sebuah negara yang demokratis, kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu, mengandalkan kebebasan dan keterbukaan, serta memiliki pilar yang bernama kepercayaan.

Sedangkan non-demokrasi mengandalkan rasa takut. Ia pun mencotohkan rezim pemerintahan otoriter yang mengandalkan rasa takut untuk menjalankan kebijakannya.

Baca juga: Sejumlah Purnawirawan TNI-Polri Deklarasikan Dukungan untuk Anies Baswedan sebagai Capres

"Karena itu perhatikan rezim-rezim otoriter pasti mengandalkan rasa takut untuk menjalankan kekuasaannya, begitu rasa takut itu hilang rezimnya tumbang," ucap Anies.

Ia menambahkan, di era demokratis seperti pada saat ini, terasa aneh jika frasa "Konoha" dan "Wakanda" justru digunakan warganet untuk mengkritik kebijakan pemerintah.

"Ketika kita dalam demokrasi dan ada fear, sesungguhnya ini tanda-tanda yang tidak sehat, karena itu harus dikembalikan," ucapnya yang disambut tepuk tangan para hadirin yang mayoritas merupakan mahasiswa FISIP UI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com