JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu lakukan kampanye di fasilitas pendidikan menuai perhatian para orangtua murid.
Di kalangan orang tua murid, timbul dukungan dan penolakan akibat putusan MK.
Orang tua murid tingkat Sekolah Dasar (SD) di Bogor, Ros (51) mengucapkan dirinya tidak setuju tentang putusan dari MK tersebut.
Dia mengkritik karena para peserta pemilu seolah-olah seperti tidak memiliki opsi tempat lain untuk melaksanakan kampanye.
"Lucu amat kayak ga ada tempat lagi aja, bukannya itu umur 17 tahun ya (untuk memilih). Anak SD paling gedenya 12 tahun. Kayak ga ada tempat sih aneh," ucap Ros ketika ditemui Kompas.com, Sabtu (25/8/2023).
Baca juga: Respons Putusan MK, Menko PMK: Banyak Tempat untuk Kampanye, Ngapain Cari di Lembaga Pendidikan
Adapun, orang tua murid tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bogor, Betty (40), menyatakan rasa khawatirnya bila kampanye betul dilaksanakan di sekolah karena bisa menimbulkan gesekan antara murid.
Dirinya juga menambahkan pada tingkatan tersebut, para murid belum sepenuhnya bisa menyikapi perbedaan secara stabil.
"Karena mereka kan berbeda pilihan ya, misalnya kenapa kamu ga sama dengan saya pilihannya, itu bisa menyebabkan perpecahan," ucapnya.
Berbeda dengan Ros dan Betty, Wiwi (46) selaku orang tua murid tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bogor, menyatakan putusan dari MK tersebut berdampak positif untuk para siswa.
Baca juga: Putusan MK Dinilai Buka Mobilisasi Politik ke Sekolah dan Potensi Bullying karena Perbedaan Pilihan
Sebab, nantinya anak-anak SMA bisa lebih kenal calon-calon pemimpin yang akan mereka pilih.
"Sehingga mereka juga lebih tahu sebetulnya visi dan misi itu, kan kadang-kadang ga ngerti tuh ya," ucap Wiwi.
Dirinya menambahkan, kegiatan pemilu yang dilaksanakan menggunakan fasilitas pendidikan hendaknya memiliki tujuan yang jelas dan tidak ada unsur paksaan kepada para siswa untuk memilih bakal calon.
"Artinya netral tetep pilih siapa aja tapi mereka hanya memberitahukan visi misi mereka, tujuannya apa itu mereka jelas gitu ya," imbuhnya.
MK mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye dan atas undangan pengelola. Hal ini termuat dalam putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Dalam perkara itu, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.