JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Reog Ponorogo sudah masuk dalam daftar antrean (waiting list) pengusulan pengajuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO.
Rencananya, pengusulan warisan budaya tersebut akan mulai disidangkan tahun depan oleh UNESCO.
"Ya, sudah bisa dipastikan akan kita usulkan menjadi salah satu, agenda tahun depan. Sidang tahun depan. Jadi sudah akan dibahas oleh UNESCO tahun depan," kata Muhadjir dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).
Muhadjir mengungkapkan, Reog Ponorogo masuk dalam daftar antrean nomor 39.
Baca juga: Kisah Kesenian Reog yang Digunakan untuk Mengkritik Raja Majapahit
Ia lantas berharap, UNESCO secepatnya menetapkan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Sebab, Pemerintah Indonesia telah menginisiasi pengusulan Reog Ponorogo sejak lama.
Di Indonesia sendiri, Reog Ponorogo sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2013.
"Nanti akan kita lihat mana yang, mudah-mudahan Reog ini dengan kesungguhan dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan masyarakat, nanti bisa segera lolos," ujar Muhadjir.
Lebih lanjut Muhadjir mengatakan, pihaknya telah berupaya memenuhi persyaratan dari UNESCO.
Selama kurun waktu empat tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo didukung berbagai pemangku kepentingan seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus melengkapi dan menyempurnakan semua persyaratan yang disampaikan kepada UNESCO.
Baca juga: Reog Ponorogo: Pengertian, Asal, Sejarah, Pementasan, dan Tokohnya
Salah satu yang disempurnakan adalah penggunaan bulu merak dan kulit harimau dalam kesenian Reog Ponorogo. Diketahui selama ini, dua hal yang menyangkut perlindungan satwa tersebut menjadi pengganjal dalam pengusulan Reog Ponorogo menjadi WBTB.
"Sebetulnya tuntutan persyaratan dari pihak UNESCO sudah kita respons, sekarang tinggal nunggu waiting list-nya," kata Muhadjir.
Menurutnya, penggunaan kedua hal tersebut sudah aman dan tidak menyalahi aturan. Penggunaan bulu merak dalam Reog Ponorogo tidak dilakukan dengan mencabut bulu merak. Melainkan menunggu bulu pada merak terlepas sendiri.
Sebab, pada periode tertentu, bulu pada merak memang secara alamiah akan terlepas sendiri. Oleh karena itu, Pemkab Ponorogo memastikan menggunakan bulu merak yang sudah rontok.
Sementara itu, penggunaan kulit harimau kini telah diganti dengan kulit kambing yang dibuat menyerupai kulit harimau.
"Pemkab Ponorogo memiliki peternakan merak sendiri. Biasanya bulu merak itu gugur atau rontok sendiri setiap tiga bulan sekali. Bulu-bulu yang rontok itulah yang akan diambil untuk bahan dari kesenian Reog Ponorogo," ujar Muhadjir.
Baca juga: Reog Ponorogo Resmi Diajukan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.