Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Maman Fathurrohman, Ph.D
Dosen PNS di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Maman Fathurrohman, Ph.D adalah Dosen PNS di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Memperoleh gelar Doctor of Philosophy dari University of Wollongong, Australia

Memelihara Anak-anak negara

Kompas.com - 22/08/2023, 13:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara

PETIKAN Pasal 34 ayat 1 dari UUD 1945 di atas mengingatkan kita bahwa sejak awal berdirinya negara ini telah ada suatu harapan dan cita-cita besar bahwa negara akan hadir dalam memelihara para fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Khusus anak-anak terlantar, sebagai bagian dari bonus demografi, kelak pada 2045 atau sekitar 22 tahun dari sekarang, mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat produktif.

Apabila negara tidak menjalankan amanat memelihara anak-anak terlantar, alih-alih menjadi tulang punggung, mereka justru jadi beban negara dan masyarakat karena tidak mendapat pemeliharaan yang tepat.

Setiap anak tidak bisa memilih pada keluarga mana mereka akan dilahirkan. Ada yang lahir pada keluarga mapan dan terhomat, mendapat pendidikan yang baik, lalu melanjutkan kehidupan keluarga terpandang di masyarakat.

Ada yang lahir pada keluarga biasa, mendapat pendidikan sesuai keadaan lingkungannya, lalu berusaha meningkatkan taraf hidup dirinya dan keluarganya melalui belajar dan bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik.

Tidak sedikit yang lahir pada keluarga miskin, menghadapi siklus penderitaan (vicious cycle) sejak kecil, bahkan pada rumah tangga bapak dan ibu yang bermasalah (broken home).

Anak-anak usia sekolah (7-22 tahun) pada 2020-an adalah generasi emas Indonesia 2045, karena pada momentum 100 tahun Indonesia merdeka, mereka berada pada kelompok usia produktif 30-50 tahun, tulang punggung bangsa dan negara.

Seiring berbagai permasalahan ekonomi masyarakat dan tantangan kondisi lingkungan yang semakin sulit, sebagaimana bisa kita lihat dan dengar sehari-hari, ada banyak usia sekolah menjadi anak-anak terlantar, berkeliaran dan mencari makan di jalan raya.

Orangtuanya melalaikan atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga kebutuhan jasmani, rohani, dan sosialnya tidak terpenuhi.

Mereka merupakan anak-anak usia sekolah, anak-anak usia dini, dan sebagian lain masih balita. Mereka menjadi pengamen dan pengemis, akibat dari kerasnya kehidupan yang sedang mereka hadapi saat ini.

Amanat UUD 1945 untuk memelihara anak-anak terlantar tentu tidak sekadar memberikan bantuan sosial untuk makan dan minum. Atau berharap ada individu atau organisasi yang peduli berbagi dengan mereka.

Lebih dari itu, yaitu negara hadir memelihara anak-anak terlantar dengan memberikan pendidikan yang baik, pangan, sandang, dan tempat tinggal yang layak.

Demikian itu agar orientasi pendidikan nasional bagi anak usia dini dan usia sekolah tidak hanya pada anak-anak dari keluarga mapan dan biasa saja, tetapi juga untuk memelihara anak-anak terlantar. Hanya negara yang memiliki kekuatan untuk memelihara mereka.

Paradigma berpikir

Memelihara anak-anak terlantar, sebagaimana disampaikan di atas tidak berarti bahwa Republik Indonesia cenderung pada sosialis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com