Salin Artikel

Memelihara Anak-anak negara

PETIKAN Pasal 34 ayat 1 dari UUD 1945 di atas mengingatkan kita bahwa sejak awal berdirinya negara ini telah ada suatu harapan dan cita-cita besar bahwa negara akan hadir dalam memelihara para fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Khusus anak-anak terlantar, sebagai bagian dari bonus demografi, kelak pada 2045 atau sekitar 22 tahun dari sekarang, mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat produktif.

Apabila negara tidak menjalankan amanat memelihara anak-anak terlantar, alih-alih menjadi tulang punggung, mereka justru jadi beban negara dan masyarakat karena tidak mendapat pemeliharaan yang tepat.

Setiap anak tidak bisa memilih pada keluarga mana mereka akan dilahirkan. Ada yang lahir pada keluarga mapan dan terhomat, mendapat pendidikan yang baik, lalu melanjutkan kehidupan keluarga terpandang di masyarakat.

Ada yang lahir pada keluarga biasa, mendapat pendidikan sesuai keadaan lingkungannya, lalu berusaha meningkatkan taraf hidup dirinya dan keluarganya melalui belajar dan bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik.

Tidak sedikit yang lahir pada keluarga miskin, menghadapi siklus penderitaan (vicious cycle) sejak kecil, bahkan pada rumah tangga bapak dan ibu yang bermasalah (broken home).

Anak-anak usia sekolah (7-22 tahun) pada 2020-an adalah generasi emas Indonesia 2045, karena pada momentum 100 tahun Indonesia merdeka, mereka berada pada kelompok usia produktif 30-50 tahun, tulang punggung bangsa dan negara.

Seiring berbagai permasalahan ekonomi masyarakat dan tantangan kondisi lingkungan yang semakin sulit, sebagaimana bisa kita lihat dan dengar sehari-hari, ada banyak usia sekolah menjadi anak-anak terlantar, berkeliaran dan mencari makan di jalan raya.

Orangtuanya melalaikan atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya sehingga kebutuhan jasmani, rohani, dan sosialnya tidak terpenuhi.

Mereka merupakan anak-anak usia sekolah, anak-anak usia dini, dan sebagian lain masih balita. Mereka menjadi pengamen dan pengemis, akibat dari kerasnya kehidupan yang sedang mereka hadapi saat ini.

Amanat UUD 1945 untuk memelihara anak-anak terlantar tentu tidak sekadar memberikan bantuan sosial untuk makan dan minum. Atau berharap ada individu atau organisasi yang peduli berbagi dengan mereka.

Lebih dari itu, yaitu negara hadir memelihara anak-anak terlantar dengan memberikan pendidikan yang baik, pangan, sandang, dan tempat tinggal yang layak.

Demikian itu agar orientasi pendidikan nasional bagi anak usia dini dan usia sekolah tidak hanya pada anak-anak dari keluarga mapan dan biasa saja, tetapi juga untuk memelihara anak-anak terlantar. Hanya negara yang memiliki kekuatan untuk memelihara mereka.

Paradigma berpikir

Memelihara anak-anak terlantar, sebagaimana disampaikan di atas tidak berarti bahwa Republik Indonesia cenderung pada sosialis.

Namun lebih pada mewujudkan kebersamaan dan kesejahteraan bersama pada kondisi alami saat ini yang cenderung mengedepankan konsep dan kapitalis pada pendidikan.

Tentang bagaimana pendidikan berkualitas adalah jasa yang harus dibayar oleh seorang individu atau keluarganya untuk mendapatkan layanan tersebut, dan dari proses transaksi tersebut, dilakukan perpindahan kemakmuran, dari suatu individu atau keluarganya pada individu atau kelompok lainnya.

Atau tentang bagaimana pendidikan menekankan konteks ego-sentris, kebanggaan sebagai bagian dari suatu kelompok, entah karena kurikulum, jejaring, rekam jejak masa lalu, atau bentuk kebanggaan kelompok lainnya, termasuk peluang berkembang pada masa depan.

Konteks kapital dan ego tersebut tidak mungkin dipenuhi oleh para anak terlantar, sehingga potensi yang mereka miliki hampir tidak mungkin berkembang dengan optimal.

Perlunya negara hadir

Ketika orangtua para anak tersebut lalai atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya, atau memang mereka tidak mau memelihara karena suatu hal, seperti aib keluarga, misalkan, atau memang ada kejadian luar biasa seperti bencana alam atau sosial sehingga anak-anak tidak ada yang memelihara, maka negara perlu hadir.

Bila perlu secara resmi mengelompokkan anak-anak terlantar tersebut sebagai anak-anak negara. Sebutan tersebut lebih untuk memudahkan identifikasi bahwa mereka sepenuhnya dipelihara oleh negara dalam rangka menjalankan amanat UUD Pasal 34 ayat 1 melalui pendidikan, sandang, pangan, dan tempat tinggal yang layak.

Secara regulasi, kewajiban memelihara anak-anak negara sudah tertulis dalam UUD. Namun masih diperlukan sejumlah regulasi turunan seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri terkait, yang dapat menjadi payung hukum bagi keberpihakan APBN dan APBD serta Birokrasi yang handal untuk memelihara anak-anak yang kelak menjadi bagian masa depan Indonesia itu.

Ketersediaan regulasi dan birokrasi untuk jangka panjang adalah kebutuhan dan merupakan peran pemerintah untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar melaksanakan UUD dan benar-benar berpihak pada rakyat kecil.

Arti penting KIP dan Asrama

Pada prinsipnya, instrumen Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat digunakan untuk memelihara anak-anak negara.

Instrumen tersebut memanfaatkan fasilitas sekolah berasarama yang tersebar di berbagai wilayah, dapat menjadi kekuatan untuk memelihara melalui penitipan anak-anak negara pada sekolah-sekolah berasrama (boarding school).

Pemerintah pusat dan daerah dapat mengoptimalkan sekolah-sekolah berasrama yang dimiliki, maupun melalui kerjasama dengan sekolah-sekolah berasrama milik masyarakat, termasuk pesantren.

Penulis membayangkan suatu kondisi bahwa Indonesia menjadi tempat yang peduli, aman dan nyaman bagi setiap anak-anak terlantar.

Bukan tempat di mana mereka dihina dan direndahkan, atau sampai dieksploitasi karena kondisi keadaanya.

Hampir tidak mungkin individu memelihara mereka, karena pada dasarnya setiap orang memiliki kepentingan untuk dirinya dan keluarganya.

Hanya negara yang bisa stabil secara ekonomi dan memiliki kekuatan untuk mengelola seluruh anak-anak negara sebagaimana disebut di atas dengan baik.

Dalam rangka mengoptimalkan bonus demografi dan mewujudkan generasi emas Indonesia 2045, sekolah-sekolah yang akan dilibatkan tentunya harus dipilih yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan bersedia membantu mewujudkan anak-anak negara agar memiliki profil pelajar yang relevan dengan kebijakan pemerintah.

Anak-anak negara tentunya memiliki banyak potensi dan bakat yang akan berkembang dan bermanfaat pada masa depan.

Sebagian mungkin berbakat dalam kecerdasan dan akademik, kelak menjadi guru, dosen atau ilmuwan besar Indonesia.

Sebagian lain mungkin memiliki tubuh kuat, siap sebagai atlet berbakat atau sebagai tentara dan polisi yang menjaga keamanan rakyat dan negara.

Sebagian lain mungkin memiliki sikap dan hati yang baik, untuk menjadi pemuka agama yang menuntun masyarakat pada budi pekerti dan nilai-nilai moral kemanusiaan.

Apapun profesi mereka kelak, apabila anak-anak negara menyadari bahwa negara benar-benar hadir menjalankan amanah memelihara mereka sejak kecil, maka loyalitas mereka pada negara dan bangsa tidak akan diragukan.

Semoga para pemimpin yang peduli pada masa depan bangsa dan negara juga peduli pada anak-anak negara.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/22/13494971/memelihara-anak-anak-negara

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke