JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra menilai bahwa pengalaman menjabat sebagai penyelenggara negara tak kalah penting dibandingkan usia minimum untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Hal itu disampaikan Gerindra dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 di Mahkamah Konstitusi, terkait gugatan syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gerindra sebelumnya mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam perkara ini karena mengeklaim diri sebagai partai politik yang memperhatikan hak konstitusional generasi muda berkecimpung di kancah politik.
"Pengalaman sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi pengecualian (atas) persyaratan batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden sepajang memiliki pengalaman bsg penyelenggara negara," kata pengacara Gerindra, Raka Gani Pissani, mewakili DPP Partai Gerindra, Selasa (8/8/2023) di dalam sidang.
"Walaupun usianya di bawah 40 tahun, (pengalaman sebagai penyelenggara negara) sudah sepatutnya dipersamakan dengan usia minimum sebagaimana dipersyaratkan," lanjutnya.
Gerindra menilai, hal tersebut lebih bermanfaat bagi kepentingan luas.
Selain itu, Gerindra menganggap, persyaratan alternatif itu juga mengakomodasi "aspirasi rakyat agar generasi muda bisa menjadi calon presiden dan wakil presiden dalam setiap pemilu".
Partai besutan Prabowo Subianto itu berpendapat, penetapan batas usia minimum 40 tahun untuk mengajukan diri sebagai capres-cawapres kurang rasional. Sebab, undang-undang sebelumnya mengatur batas usia tersebut hanya 35 tahun.
Baca juga: Uji Materi Usia Cawapres Diduga Dorong Gibran, PAN: Jadi Cawapres di Indonesia Itu Berat
Menurut mereka, alternatif pengajuan capres-cawapres dengan syarat pernah pengalaman menjabat sebagai penyelenggara negara lebih masuk akal.
"Mengapa memliki pengalaman sebagai penyelenggara negara adalah hal yang utama dan menjadi penting? Dikarenakan, pengalaman tersebut membuktikan pemimpin politik bangsa tetap harus memperhatikan kompetensi, kapasitas, kapabilitas, integritas, dan akseptabilitas," kata Raka.
"Semuanya dapat diwujudkan, dibuktikan, dan bersumber dari memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara," imbuhnya.
Baca juga: Batas Usia Capres dan Cawapres Didugat ke MK, Ganjar: Ya Tunggu Putusan Pengadilan Saja
Sebagai informasi, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh duo kader Gerindra yang saat ini menjabat sebagai wali kota dan bupati.
Mereka yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Keduanya meminta Mahkamah menyatakan inkonstitusional bersyarat Pasal 169 huruf q UU Pemilu sepanjang tidak dimaknai bahwa syarat usia minimum capres-cawapres adalah 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Baca juga: PDI-P Sebut Ada Manuver Kekuasaan di Balik Upaya Mengubah Minimal Usia Capres Cawapres Jadi 35 Tahun
Gugatan dari Erman dan Pandu ini merupakan gugatan ketiga dalam perkara sejenis.
Pihak pertama yang mengajukan gugatan adalah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi.
PSI meminta, batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya 35 tahun", seperti ketentuan Pilpres 2004 dan 2009 yang diatur Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.
Perkara kedua bernomor 51/PUU-XXI/2023, dengan penggugat merupakan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana.
Petitum dalam gugatan Partai Garuda persis dengan perkara yang diajukan Erman dan Pandu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.