JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa kasus korupsi umumnya meningkat menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Mahfud mengungkapkan itu berdasarkan data yang dipublikasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Peningkatan volume terjadinya korupsi itu selalu sejalan dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada,” kata Mahfud saat memberikan sambutan kunci dalam forum diskusi sentra penegakkan hukum terpadu (gakkumdu) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/8/2023), dipantau dari Youtube Kemenko Polhukam.
Baca juga: Mahfud: Sampai Saat Ini, Tidak Ada Lagi Isu Penundaan Pemilu atau Perpanjangan Periode
Kata Mahfud, penanganan korupsi meningkat pada tahun 2004, 2008 dan 2009. Kemudian, menjelang Pemilu 2014 dan 2019.
Berdasarkan data KPK, pada 2004 ada dua kasus korupsi yang ditangani. Sementara pada 2008, ada 47 kasus korupsi yang ditangani. Jumlah ini meningkat menjadi 70 kasus pada 2013 dan 145 kasus pada 2018.
“Mudah-mudahan ini menurun 2023,” ujar Mahfud melanjutkan.
Baca juga: Ungkap Salah Satu Penyakit Pemilu, Mahfud: Banyak Politik Uang di KPU
“Tampak jelas di mana akan ada pilkada, pada tahun berapa, di situ peningkatan korupsi terjadi. Berarti pemilu ini selalu diiringi dengan terjadinya upaya melakukan korupsi atas keuangan negara,” kata Mahfud.
Di sisi lain, Mahfud juga menyoroti banyaknya politik uang yang dilakukan oknum di tubuh penyelenggara pemilu. Bahkan, praktik politik uang itu sudah sampai di tingkat tempat pemungutan suara (TPS).
"Banyak (politik uang), ada yang borongan, melalui 'botoh-botoh', melalui pejabat di desa, kecamatan, di KPU. Banyak lho di KPU meskipun independen," tutur Menko Polhukam.
Baca juga: Keluarga Sultan Harap Mahfud MD Bantu Mediasi dengan Bali Tower
"(KPU) itu sampai ke daerah bahkan di tingkat TPS itu sebenarnya orang-orangnya KPU semua," ucap Mahfud.
Ia pun mengingatkan bahwa meskipun lembaga pemilu seperti Bawaslu, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan institusi negara di rumpun eksekutif, tetapi tidak dipimpin oleh presiden.
"Jadi jangan salah, kalau ada kesalahan-kesalahan dalam pemilu lalu yang digugat KPU bukan pemerintah. Pemerintah hanya memfasilitasi," kata Mahfud.
"Mengapa begitu? Ya biar KPU-nya independen tidak seperti dulu menjadi bagian dari kekuatan eksekutif yang dipimpin oleh presiden," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.