JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai, bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan terlalu banyak gimmick dan "hore-hore" sebagai oposisi sehingga elektabilitasnya cenderung stagnan, berada di bawah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Dalam berbagai lembaga survei, nama Anies berada di urutan ketiga atau di bawah Ganjar dan Prabowo.
"Wajah Anies sebagai representasi kelompok oposisi hanya sebatas hore-hore di permukaan, lebih banyak gimmick, tapi belum menyentuh sesuatu yang substansial," ujar Adi saat dimintai konfirmasi, Senin (7/8/2023).
Baca juga: Anies Singgung Ada Pejabat Punya Banyak Sekali Kedudukan, Potensi Konflik Kepentingan
Adi menyampaikan, apa yang Anies lakukan jelang Pilpres 2024 ini berbeda dengan yang Anies lakukan pada Pilgub DKI Jakarta 2017.
Menurut dia, Anies saat itu sangat mencolok sehingga berbeda dari dua calon lainnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pada 2017, pasangan Anies-Sandiaga Uno memang keluar sebagai pemenang di Pilgub DKI Jakarta.
"Misalnya Anies tolak reklamasi, tolak penggusuran, jualan program OKE-OCE, DP rumah nol persen, dan lain-lain, meski dalam praktiknya tak sepenuhnya terwujud. Tapi sebagai pembeda dengan yang lain, jualan isu Anies di Jakarta saat itu sangat laku," tutur dia.
Adi menilai, Anies belum mencolok seperti itu menjelang Pilpres 2024 ini.
Sebagai kubu perubahan, seharusnya Anies bisa menunjukkan jenis "kelamin" politik yang berbeda dengan Prabowo dan Ganjar.
Baca juga: Saat Anies Kembali Sampaikan Narasi Perubahan yang Dinilai Tak Efektif Dongkrak Suaranya...
Misalnya, kata Adi, Anies bisa saja menolak melanjutkan Ibu Kota Nusantara (IKN) karena dinilai ugal-ugalan, tak lagi fokus pada insfrastruktur, dana infratruktur dialihkan pada sektor lain yang lebih berguna untuk rakyat kecil, menolak utang luar negeri, hingga mengurangi ketergantungan dengan China.
Sementara itu, Adi tidak menampik adanya pengaruh endorsement Presiden Joko Widodo dalam meningkatkan elektabilitas capres.
"Faktor kepuasan terhadap Jokowi yang tinggi turut mempersempit pasar pemilih Anies. Semakain publik puas ke Jokowi, makin susah bagi Anies nyari pemilih," kata Adi.
"Sebaliknya, makin rendah kepuasaan terhadap Jokowi, makin luas kesempatan dapat pemilih. Karenanya, Anies harus bisa men-downgrade Jokowi sambil menawarkan sesuatu yang kelihatan lebih baik," kata dia.
Baru-baru ini, lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengeluarkan hasil survei capres terbaru.
Hasilnya, Prabowo berada di peringkat teratas dengan 31,6 persen, Ganjar mengantongi 31,4 persen, sedangkan Anies 17,6 persen.
Baca juga: PDI-P Nilai Anies Tak Paham Kebijakan Jokowi