Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI Ungkap Alasan Tak Terima KPK Tetapkan Kepala Basarnas Jadi Tersangka meski Ada UU TNI

Kompas.com - 04/08/2023, 10:43 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko buka suara alasan institusinya tidak terima saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Ia mengatakan, TNI mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Oleh karenanya, TNI yang memiliki wewenang menetapkan proses hukum kepada perwira aktif. Artinya, bukan ranah KPK.

"Jadi pada prinsipnya, TNI taat kepada hukum. Apa pun aturannya, kita ikut. Sekarang yang kita gunakan adalah aturan yang ada," kata Agung Handoko dalam program ROSI yang disiarkan Kompas TV, Kamis (3/8/2023) malam.

Baca juga: Panglima TNI Bantah Ada Impunitas jika Anggota TNI Diproses di Peradilan Militer

Agung menilai, memang sudah ada aturan yang lebih baru dan mengatur proses hukum militer, yaitu UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dalam pasal 45 beleid tersebut dinyatakan bahwa “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang”.

Artinya, prajurit yang melanggar tidak pidana umum diadili di peradilan umum. Tetapi, jika melanggar tindak pidana militer, maka diadili di peradilan militer.

Kendati begitu, Agung mengatakan, ada pasal 74 dalam UU tersebut yang perlu diperhatikan.

Pasal 74 berbunyi "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 berlaku pada saat UU tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan".

"Sekarang belum ada UU yang baru sehingga UU Peradilan Militer Nomor 31 (tahun 1997) itulah yang digunakan," ujar Agung.

Baca juga: Perwira TNI Datangi Gedung KPK Usai Kepala Basarnas Tersangka, Pengamat: Intimidasi Institusi

Berbeda pendapat, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi menilai, belum adanya aturan baru mengenai peradilan militer bukan berarti harus menunggu dan tidak bisa diberlakukan lewat peradilan umum.

Sebab, UU KPK tegas menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan pelanggaran pidana diproses di dalam pengadilan umum.

Artinya, menurutnya, semua orang punya hak yang sama di mata hukum. Sehingga, tidak ada pengecualian antara militer aktif, pensiunan hingga warga sipil.

"Tidak berarti kita menunggu (aturan baru). Karena amanat itu sudah ada (termasuk) di Prolegnas. Jadi semangatnya harus semangat (pembaruan) ini, karena itu kita harus tarik ke atas bahwa kesetaraan di depan hukum," kata Hendardi.

"Kalau enggak begini, enggak akan selesai karena itu akan dipakai terus sebagai proteksi, impunitas kelompok tertentu di dalam hukum. Itu yang saya kira tidak fair," ujarnya lagi.

Baca juga: TNI Buka Suara soal Prajurit Aktif Boleh Duduki Jabatan Sipil, tapi Saat Korupsi Ogah Tunduk Hukum Sipil

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com