JAKARTA, KOMPAS.com - Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, meyakini mekanisme peradilan militer bisa diandalkan untuk mengusut kasus suap yang menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Sebelumnya, Henri ditetapkan KPK sebagai tersangka suap pengadaan alat deteksi reruntuhan senilai Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023.
Namun, polemik muncul setelahnya. Puspom TNI merasa Henri yang berstatus prajurit TNI aktif mestinya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK, kendati kepala Basarnas adalah jabatan sipil.
Baca juga: Puspom TNI Diminta Transparan Usut Kasus Suap Kabasarnas
"Saya yakin tidak akan terlalu lama akan ada penetapan tersangka juga," ucap Fahmi, Minggu (30/7/2023).
Dengan segala proses penyidikan yang ditempuh KPK, seharusnya tak ada alasan bagi Puspom TNI untuk tidak menetapkan Henri sebagai tersangka.
Malah, ujar Fahmi, Puspom TNI seharusnya dapat bekerja dengan lebih ringan karena bisa mengacu pada alat bukti yang sudah dihimpun KPK.
Secara rekam jejak, peradilan militer pernah membuktikan mereka tak selamanya bersikap protektif terhadap prajurit yang melakukan tindak pidana.
Fahmi menyinggung vonis penjara seumur hidup atas Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi yang dijatuhi Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada 30 November 2016.
Baca juga: Panglima TNI ke Jajarannya: Peristiwa di Basarnas Perlu Dievaluasi agar Tidak Terjadi Lagi
Majelis hakim menyatakan Teddy terbukti bersalah pada perkara korupsi pengadaan alutsista sebesar 12,4 juta dollar AS saat menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.
Fahmi menilai ada kemiripan latar belakang kasus ini. Pertama, keduanya sama-sama prajurit TNI aktif yang bekerja di jabatan sipil. Kedua, kasus yang menjerat mereka sama-sama kasus korupsi.
"Menurut saya, itu sebenarnya menunjukkan bahwa peradilan militer sebetulnya mampu untuk menghadirkan putusan yang baik bagi masyarakat," kata Fahmi.
Seharusnya, lanjut dia, ini menjadi modal yang cukup untuk menjawab keraguan publik terkait akuntabilitas dan transparansi peradilan militer.
"Artinya ini tinggal bagaimana TNI sesuai harapan masyarakat bisa lebih terbuka dan lebih akuntabel tadi dalam proses penanganannya supaya masyarakat tidak meragukan kemampuan pengadilan militer memberi sanksi yang berat, yang semestinya, kepada pelaku korupsi di lingkungan mereka," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.