JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai permintaan maaf Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam polemik kasus Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi justru keliru.
"Kami menilai, langkah KPK yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas kepada Puspom TNI merupakan langkah yang keliru dan dapat merusak sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf sebagai salah satu anggota koalisi seperti dikutip pada Minggu (30/7/2023).
KPK sebelumnya sempat menyatakan Henri dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Kasus itu terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Afri dan sejumlah pihak swasta pada 25 Juli 2023. KPK juga sempat menyatakan penanganan Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI dan terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap.
Baca juga: Panglima TNI ke Jajarannya: Peristiwa di Basarnas Perlu Dievaluasi agar Tidak Terjadi Lagi
Akan tetapi, Puspom TNI menyatakan KPK melampaui prosedur karena Henri dan Afri adalah perwira aktif dan yang bisa menetapkan status hukum keduanya adalah penyidik polisi militer.
KPK lantas meminta maaf dan menyatakan khilaf dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka.
Menurut Al Araf, lembaga antirasuah itu seharusnya tidak gentar atas kritik dari Puspom TNI dan menggunakan Undang-Undang KPK sebagai pijakan dan landasan hukum dalam memproses militer aktif yang terlibat dalam kejahatan korupsi yang merupakan tindak pidana khusus (tipidsus).
Selain itu, kata Al Araf, KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis (UU yang khusus mengenyampingkan UU yang umum).
Baca juga: Kasus Basarnas, Anggota DPR Ungkit Korupsi Heli AW-101: Jangan Sampai Sipilnya Saja yang Dipidana
"Dengan demikian KPK harusnya mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak perlu meminta maaf. Permintaan maaf dan penyerahan perkara kedua prajurit tersebut kepada Puspom TNI hanya akan menghalangi pengungkapan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel," ucap Al Araf.
Al Araf dan koalisi masyarakat sipil juga mendesak KPK mengusut tuntas secara transparan dan akuntabel dugaan korupsi yang diduga melibatkan Hendri dan anak buahnya.
Menurut dia, pengungkapan kasus ini harus menjadi pintu masuk mengungkap kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan prajurit TNI lainnya, baik di lingkungan internal maupun eksternal TNI.
Baca juga: Anggota DPR Minta KPK dan TNI Bentuk Tim Koneksitas Usut Dugaan Korupsi di Basarnas
Selain itu Al Araf menilai KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapapun yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas.
"KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi. Jangan sampai Undang-Undang Peradilan Militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara tersebut secara terbuka dan tuntas," ucap Al Araf.
Saat ini KPK menetapkan 3 pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Ketiganya saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Baca juga: Firli Bahuri Tegaskan OTT hingga Penetapan Tersangka di Kasus Basarnas Sudah Sesuai Prosedur
Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas. Penanganan terhadap Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.