JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrokan 2 kelompok massa kubu Suryadi dan pro Megawati Soekarnoputri di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 merembet menjadi kerusuhan.
Peristiwa yang dikenal dengan Sabtu Kelabu atau Kudatuli itu membuat kondisi Jakarta tegang.
Guna mengendalikan situasi keamanan, aparat keamanan sampai menerbitkan perintah tembak di tempat bagi pihak-pihak yang diduga akan mengacau.
Menurut pemberitaan surat kabar Kompas pada 31 Juli 1996, perintah tembak di tempat itu diterbitkan oleh Sutiyoso yang saat itu berpangkat mayor jenderal dan menjabat Pangdam Jaya.
Baca juga: Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam
Sutiyoso yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jaya mengatakan, perintah itu buat mencegah aksi lanjutan selepas peristiwa 27 Juli.
"Perintah tembak di tempat telah diberikan kalau mereka mulai lagi mengganggu ketertiban sehingga merugikan banyak orang. Kita mempunyai batas toleransi," kata Sutiyoso.
Buat mengendalikan keamanan dan ketertiban di Jakarta, TNI mengerahkan pasukan di wilayah-wilayah rawan dan pusat kegiatan perdagangan di Jakarta Pusat.
Baca juga: Gelar Tabur Bunga Kenang Kudatuli, PDI-P Minta Peristiwa Tersebut Diusut Tuntas
Selepas peristiwa Kudatuli, muncul selebaran gelap yang disebarkan kepada masyarakat.
Isi selebaran gelap yang mengatasnamakan "Dewan Pengaman Sementara DKI Jakarta" itu ditujukan kepada seluruh warga Ibu Kota.
Dalam selebaran itu disebutkan agar warga Jakarta dan sekitarnya sudah harus berada di rumah masing-masing pada pukul 18.00 WIB.
Selebaran gelap itu juga menyatakan, jalan-jalan protokol di Jakarta tertutup untuk sementara waktu, antara lain Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Kalimalang, Jalan Diponegoro, dan Jalan Matraman Raya.
Baca juga: Kenang 26 Tahun Kudatuli Saat Kantor PDI Diserang, Hasto: Titik Sangat Gelap dalam Demokrasi
Sutiyoso juga membantah menerapkan kebijakan jam malam setelah peristiwa 27 Juli itu.
"Sejak hari Minggu lalu, situasi Jakarta sudah dapat dikuasai dan dikendalikan," ucap Sutiyoso.
Sementara itu, Kasdam Jaya Brigjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan perintah jam malam.
"Selebaran itu hanyalah berita bohong dan tidak berdasar sama sekali," katanya.
Baca juga: Komnas HAM Disebut Belum Pernah Rekomendasikan Peristiwa Kudatuli sebagai Pelanggaran Berat HAM
Di saat yang bersamaan, sempat muncul teror bom terhadap sejumlah gedung di kawasan pusat bisnis Ibukota.
Menurut Sutiyoso, isu teror bom itu tidak terbukti dan hanya bertujuan membuat masyarakat resah, dan membuat rasa kepercayaan terhadap aparat keamanan menurun.
Sekitar 2 pekan setelah situasi Jakarta dianggap terkendali usai kerusuhan 27 Juli, aparat keamanan mulai menarik pasukan yang diperbantukan secara bertahap.
Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Pemerintah dan Komnas HAM Ungkap Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli
Pasukan yang ditempatkan di kawasan Monas, Istana Negara, serta gedung-gedung BUMN yaitu Telkom, PLN, dan PAM ditarik. Situasi keamanan membaik dan Jakarta kembali sibuk seperti biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.