JAKARTA, KOMPAS.com - Selamat pagi kepada seluruh sobat Kompas.com. Kami kembali menghadirkan rangkuman peristiwa politik nasional yang menjadi sorotan pada sepekan lalu melalui artikel Gelitik Nasional.
Manuver politik terus terjadi seiring dengan tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang sudah berjalan. Mungkin sobat Kompas.com sudah menyimak tentang dinamika politik Tanah Air dalam sepekan lalu.
Pada pekan lalu kita bisa melihat sebuah pertemuan politik antara politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Budiman Sudjatmiko dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Pertemuan itu unik sekaligus menarik. Sebab, keduanya pernah berada dalam posisi yang berhadapan di masa menjelang keruntuhan Orde Baru pada 1997 sampai 1998.
Baca juga: Soal Pertemuan Budiman Sujatmiko dengan Prabowo, Sekjen PDI-P: Bukan Manuver, Itu Silaturahmi
Situasi politik saat itu memanas lantaran terjadi krisis ekonomi yang membuat tekanan terhadap pemerintahan Presiden Soeharto.
Tekanan itu muncul dari kelompok oposisi seperti faksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
Di sisi lain, PDI ketika itu tengah mengalami konflik internal. Selain itu, pemerintah juga dianggap melakukan intervensi dalam konflik internal PDI.
Konflik itu semakin tajam setelah pemerintahan Soeharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketua Umum PDI pada 15 Juli 1996.
Baca juga: Ahmad Muzani Pastikan Budiman Sudjatmiko Tak Bergabung dengan Gerindra
Padahal Megawati dinyatakan terpilih secara de facto sebagai ketua umum PDI periode 1993 sampai 1998 dalam Kongres Luar Biasa pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Di sisi lain, intervensi oleh pemerintahan Orde Baru membuat kalangan aktivis berang. Mereka menganggap pemerintah sudah terlalu jauh masuk ke dalam ruang politik.
Sebelum bergabung dengan PDI-P, Budiman adalah Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang sangat keras mengkritik pemerintah.
Budiman juga sempat diculik oleh Tim Mawar yang beranggotakan sejumlah perwira Korps Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pergolakan politik menjelang Reformasi pada 1996 sampai 1997.
Baca juga: Budiman Sudjatmiko Sebut Prabowo Tak Perlu Diganduli Masa Lalu, Kontras Buka Suara
Pada saat pergolakan politik itu terjadi, Prabowo menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus sekaligus menantu dari Presiden Soeharto. Sedangkan Panglima TNI saat itu dijabat oleh Jenderal Wiranto.
Dia juga divonis 13 tahun penjara karena dianggap terbukti menjadi pemicu aksi kerusuhan di kantor pusat PDI di Menteng, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996.
Akan tetapi, Budiman yang dianggap sebagai narapidana politik kemudian dibebaskan setelah peristiwa Reformasi 1998.