Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Gugatan Partai Berkarya soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi Cawapres

Kompas.com - 18/07/2023, 20:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menginginkan presiden dua periode bisa maju kembali sebagai calon wakil presiden.

Sidang pengucapan putusan nomor 56/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan Partai Berkarya itu digelar pada Selasa (18/7/2023).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa jika permohonan itu dikabulkan sesuai penafsiran Partai Berkarya, akan terbuka peluang terjadi situasi presiden menjabat 3 periode.

Baca juga: Kenaifan Wacana Presiden Tiga Periode

Hal ini akan menimbulkan persoalan konstitusional terkait Pasal 7 dan 8 Ayat (1) UUD 1945.

Pasal 8 tersebut mengatur, seandainya presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya.

Sementara itu, Pasal 7 menegaskan bahwa presiden hanya bisa menjabat selama 2 periode.

"Pada satu sisi, situasi ini justru akan menimbulkan pelanggaran prinsip pembatasan dalam konstitusi yang diatur oleh Pasal 7 UUD 1945," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam membacakan putusan.

"Sementara di sisi lain, apabila wakil presiden tersebut tidak diangkat sebagai presiden jelas-jelas melanggar kewajiban konstitusional sehingga bertentangan dengan norma Pasal 8 Ayat (1) UUD 1945,” kata dia.

Baca juga: Anies Apresiasi Putusan MK Tolak Gugatan Masa Jabatan Presiden 2 Periode

Dengan alasan apa pun, menurut dia, tidak ada perbedaan konstitusionalitas antara wakil presiden yang diangkat menjadi presiden di tengah masa jabatan dengan konstitusionalitas presiden terpilih.

Pembedaan konstitusionalitas itu, sebagaimana argumentasi Partai Berkarya, dianggap akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang berdampak terhadap ketidakpastian konstitusionalitas pembatasan periodesasi masa jabatan presiden serta terhadap legitimasinya.

"Dengan demikian, dalil pemohon bahwa Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan hak atas kepastian hukum yang adil adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Saldi.

Baca juga: Gugat UU Pemilu ke MK, Sekber Prabowo-Jokowi Butuh Kepastian Presiden Dua Periode Boleh Jadi Wapres

Sementara itu, satu hakim konstitusi, yaitu Daniel Yusmic Foekh menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).

Menurut dia, sejak awal perkara ini seharusnya tidak diterima karena tidak ada kebaruan dalam permohonan Partai Berkarya dibandingkan dengan perkara sejenis yang sebelumnya pernah diputus Mahkamah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com