JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan narapidana kasus korupsi proyek P3SON Hambalang, Anas Urbaningrum, dinilai seharusnya menghormati vonis Mahkamah Agung (MA) yang mencabut hak politiknya selama 5 tahun.
Anas yang saat ini menjabat Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) merasa dizalimi karena akibat pencabutan hak politik selama 5 tahun, karena membuat dia tidak bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
"Pencabutan hak politik narapidana koruptor merupakan bagian dari ikhtiar bangsa dan negara ini untuk membersihkan kehidupan politik di Indonesia lebih bersih dari praktik kolusi, korupsi dan berbagai bentuk abuse of power lain," kata peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, saat dihubungi pada Minggu (16/7/2023).
"Jadi hal itu harus dihormati dan diapresiasi," sambung Bawono.
Baca juga: Anas Urbaningrum Pidato Politik di Monas, padahal Panitia Janji Tak Bahas Politik
Bawono mengatakan, jika terdapat elite politik yang melontarkan pernyataan sikap tidak sepakat dengan aturan pencabutan hak politik bagi napi korupsi maka justru akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat, utamanya terkait komitmen melawan rasuah.
"Publik akan dengan mudah memberi penilaian seberapa besar komitmen dia terhadap clean and good government kelak apabila nanti berkuasa," ucap Bawono.
Ketentuan pencabutan hak politik itu diatur di dalam konstitusi.
Dalam Pasal 35 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hak politik itu dapat dicabut dengan putusan hakim, di antaranya hak memegang jabatan, hak memasuki angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih pada pemilu, serta hak lainnya.
Keterlibatan Anas dalam kasus tersebut diungkapkan oleh Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Baca juga: Merasa Dizalimi, Anas Urbaningrum Disentil Tak Paham Ada Pembatasan dalam Konstitusi
Tudingan ini membuat gerah Anas. Bahkan, Anas pernah menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2012).
Kemudian ketika namanya semakin santer dikaitkan dengan kasus Hambalang, Anas mengingatkan KPK tidak perlu repot-repot mengurusi.
Ia menganggap pernyataan Nazaruddin yang pertama kali menyebut Anas terlibat dalam kasus itu sebagai ocehan dan karangan semata.
"Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot," ujarnya.
Baca juga: Jadi Ketum PKN, Anas Urbaningrum Singgung Partai Bukan Kepunyaan Keluarga
Dari "nyanyian" Nazaruddin. KPK pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Anas baru ditahan pada Januari 2014.