JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan larangan berkampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan pendidikan, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam perkara yang didaftarkan nomor 65/PUU-XXI/2023 ini, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait larangan itu dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Larangan tersebut tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h.
Namun, pada bagian penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi, “Fasilitas pemerintah, tempat Ibadah, dan tempat Pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.
Baca juga: UU Pemilu Bolehkan Presiden hingga Wakil Bupati Ikut Kampanye, Simak Aturannya
Pemohon menilai, akan muncul ketidakadilan dalam persaingan antarcalon seandainya memang kampanye di tempat ibadah diperbolehkan.
"Prinsipnya diperbolehkan. Sementara normanya menyatakan dilarang," kata kuasa hukum pemohon, Donny Tri Istiqomah, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Kamis (6/7/2023).
Menurut pemohon, Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu telah menghalangi atau mengurangi hak para pemohon untuk mendapatkan keadilan substantif dalam memilih.
Penggunaan fasilitas pemerintah dan fasilitas umum untuk kampanye juga dinilai bakal membuat pemerintah sulit bersikap netral kepada semua peserta pemilu.
Baca juga: Aturan untuk Pejabat dan Kepala Daerah Terkait Cawe-cawe Kampanye Pemilu
Selain itu, inkonsistensi tersebut dinilai bisa membuat mereka yang sedang berkuasa dan ingin mempertahankan kekuasaannya memiliki modal lebih.
Pemohon menegaskan bahwa kampanye pemilu seharusnya berlangsung di ruang yang netral dan nonreligius. Termasuk, institusi pendidikan dianggap seharusnya tidak berpihak kepada kubu politik tertentu.
Di sisi lain, pemohon beranggapan bahwa bagian penjelasan aturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum, sesuatu yang seharusnya menjadi asas penyelenggaraan pemilu.
Dalam petitumnya, pemohon meminta majelis hakim konstitusi menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Baca juga: Kampanye di Rumah Ibadah dan Politik Uang, Peserta Pemilu Siap-siap Terima Hukuman Ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.