Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Warga Papua Gugat Masa Jabatan Ketum Parpol, Soroti Megawati yang Berkuasa 24 Tahun

Kompas.com - 05/07/2023, 20:44 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua warga Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah, atas nama Ramos Petege dan Leonardus O. Magai, kembali melayangkan gugatan terkait ketentuan masa jabatan ketua umum partai politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Bersama penggugat lain yang merupakan warga Kota Bekasi bernama Mohammad Helmi Fahrozi, mereka meminta MK membatasi masa jabatan ketum parpol maksimal 10 tahun.

Gugatan ini sebelumnya sudah pernah didaftarkan dalam perkara nomor 53/PUU-XXI/2023, bahkan sudah diputus majelis hakim, 27 Juni 2023.

Majelis hakim memutuskan gugatan itu tidak dapat diterima, menilai pemohon tak serius mempersiapkan gugatan karena tak menyerahkan perbaikan permohonan sesuai tenggat dan malah meminta permohonan itu digugurkan.

Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Singgung Hubungan Megawati ke Jokowi

Dalam permohonan kedua ini, isi gugatan mereka tak banyak berubah.

Mereka menguji Pasal 2 ayat 1 huruf b UU Parpol yang menyatakan “Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.

Mereka ingin pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Pengurus partai politik memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.

Baca juga: MK Tak Terima Gugatan soal Masa Jabatan Ketum Parpol, Sebut Pemohon Tak Serius

Sebab, pemohon menganggap, hak konstitusional mereka dirugikan karena ketiadaan batasan atau larangan ketua umum parpol menjabat selamanya.

Mereka juga menilai, ini bakal berdampak pada hilangnya hak mereka untuk menjadi pengurus parpol karena ketua umum diasumsikan akan mengutamakan orang-orang terdekat untuk mengisi struktur kepengurusan dan membentuk dinasti politik.


Mereka menjadikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang telah berkuasa 24 tahun di partai berlogo banteng itu sebagai contoh.

Tidak hanya dipimpin Megawati selama 24 tahun, tapi sejumlah posisi strategis di PDI-P itu juga diduduki oleh kerabatnya, salah satunya Puan Maharani yang menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Politik.

Mereka juga menyinggung dinasti politik di Partai Demokrat. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewariskan tampuk kepemimpinan kepada putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Posisi Wakil Ketua Umum Demokrat diduduki oleh Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang merupakan putra kedua SBY. Sementara itu, SBY menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Baca juga: Dukung Masa Jabatan Ketum Parpol Tak Dibatasi, PAN: Partai Bukan Lembaga Negara

Dinasti politik ini dinilai telah menimbulkan otoritarianisme ketum parpol.

Mereka mengungkit peristiwa ketika anggota Komisi III DPR RI, Bambang "Pacul" Wuryanto, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait pengesahan RUU Perampasan Aset yang disebut harus mendapat persetujuan dari ketum parpol.

Gugatan 2 warga Papua Tengah dan 1 warga Kota Bekasi ini belum teregister secara resmi di MK.

Permohonan mereka baru dicatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) per 27 Juni 2023 nomor 69/PUU/PAN.MK/AP3/06/2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Elite PDI-P Sebut Rakernas Tak Bahas Posisi di Pemerintahan Prabowo

Elite PDI-P Sebut Rakernas Tak Bahas Posisi di Pemerintahan Prabowo

Nasional
PKS Beri Sinyal Agar Anies Mengalah pada Sudirman Said Terkait Pilkada DKI Jakarta

PKS Beri Sinyal Agar Anies Mengalah pada Sudirman Said Terkait Pilkada DKI Jakarta

Nasional
MPR Akan Temui JK-Boediono Rabu Lusa, SBY Pekan Depan

MPR Akan Temui JK-Boediono Rabu Lusa, SBY Pekan Depan

Nasional
KPK Setor Uang Rp 59,2 M dari Kasus Dodi Reza Alex Noerdin Cs ke Negara

KPK Setor Uang Rp 59,2 M dari Kasus Dodi Reza Alex Noerdin Cs ke Negara

Nasional
Buka Fair and Expo WWF 2024 Bali, Puan: Peluang Bagus untuk Promosi

Buka Fair and Expo WWF 2024 Bali, Puan: Peluang Bagus untuk Promosi

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah yang Dibeli Anak Buah SYL di Parepare

KPK Sita Rumah Mewah yang Dibeli Anak Buah SYL di Parepare

Nasional
PDI-P Anggap Wajar Jokowi Bertemu dengan Puan

PDI-P Anggap Wajar Jokowi Bertemu dengan Puan

Nasional
MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Anwar Usman Tetap Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep 'Link and Match'

9,9 Juta Gen Z Tak Bekerja, Imam Prasodjo Singgung soal Konsep "Link and Match"

Nasional
MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

MK Didesak Larang Anwar Usman Putus Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya

Nasional
Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Try Sutrisno Peringatkan Prabowo Jangan Ceroboh Tambah Kementerian

Nasional
Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Kakak SYL Disebut Dapat Duit Rp 10 Juta Per Bulan dari Kementan

Nasional
PDI-P Tak Bakal 'Cawe-cawe' dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

PDI-P Tak Bakal "Cawe-cawe" dalam Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan Jadi Asisten Anak SYL

Saksi Sebut Pedangdut Nayunda Nabila Dititip Kerja di Kementan Jadi Asisten Anak SYL

Nasional
Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Gerindra: Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com