JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat untuk kasus Pesantren Al Zaytun, Firdaus Syam mengatakan, ada masalah status tanah yang ditemukan saat melakukan penelitian terkait kontroversi pondok pesantren tersebut.
Firdaus mengatakan, data tersebut didapatkan saat melakukan penelitian dan mencari tahu dari pemerintah daerah setempat.
"Kita dapat informasi dari para informan dan itu bagian dari kita untuk ditindaklanjuti, antara lain dengan data terkait masalah status tanah. Kemudian juga berkaitan dengan konsep sedekah," ujar Firdaus saat ditemui di kediamannya, Jakarta Selatan, Rabu (28/6/2023).
Firdaus juga mengatakan, masalah lain yang ditemukan terkait Al Zaytun seperti tindak kekerasan yang terjadi di pesantren tersebut.
Baca juga: MUI Minta Penanganan Al Zaytun Pertimbangkan Hak Belajar Para Santri
Begitu juga terkait dengan sumber-sumber dana yang menjadi tonggak biaya operasional pesantren yang berdiri di Indramayu, Jawa Barat itu.
"Mereka bilang (dananya) dari pemerintah, berapa dari pemerintah? Dibandingkan dengan biaya perawatan dan sebagainnya kan besar," kata Firdaus.
Sedangkan terkait masalah keagamaan, Firdaus mengatakan, MUI telah mengantongi data-data yang menjurus pada penistaan agama.
"Temuan yang berkaitan dengan narasi-narasi yang diucapkan Panji Gumilang (pimpinan Al Zaytun) dan itu problem. Karena itu jadi masalah, maka perlu kita minta penjelasan soal tanah suci, khotib perempuan dan lain-lain," ujarnya.
Baca juga: Cerita MUI 2 Kali Minta Klarifikasi Al Zaytun, tapi Selalu Ditolak
Sebagai informasi, ponpes Al Zaytun menjadi sorotan publik belakangan lantaran memiliki cara ibadah yang tidak biasa.
Sorotan pertama yang muncul di sosial media adalah ketika shaf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampung antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan shaf laki-laki.
Kontroversi itu kemudian berlanjut dengan beragam pernyataan pimpinan Al-Zaytun, Panji Gumilang.
Baca juga: MUI Segera Keluarkan Fatwa Atas Kontroversi Panji Gumilang Al Zaytun
Panji disorot lantaran menyebut seorang wanita boleh menjadi khatib (pengkhutbah) dalam ibadah shalat Jumat.
Selain itu, Panji Gumilang menyebut kitab suci umat Islam Al quran sebagai kalam Nabi, bukan kalam Tuhan.
Isu lain kemudian muncul, Panji diduga melakukan beragam tindak pidana, mulai dari tindak asusila, perkosaan hingga tindak pidana pencucian uang.
Kontroversi tersebut kemudian berlanjut dengan saling lapor antara Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan dengan perkumpulan yang menyebut sebagai orangtua wali santri Al Zaytun ke Bareskrim Mabes Polri.
Baca juga: Aksi Saling Lapor Terkait Ponpes Al Zaytun di Bareskrim