JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan penyidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan terkonsentrasi pada dugaan aliran dana ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mengungkapkan, dugaan korupsi tukin 2020-2022 yang diduga merugikan negara Rp 27,6 miliar itu mengalir ke Pemeriksa BPK sekitar Rp 1,035 miliar.
“Ini menjadi konsen kami di dalam nanti pengembangan penyidikannya,” kata Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).
Baca juga: KPK Sebut Staf ESDM yang Punya Ide Typo Dapat Jatah Korupsi Tukin Lebih Besar
Menurut Asep, berdasarkan penyidikan terhadap 10 tersangka kasus ini, memang ditemukan aliran dana ke pemeriksa BPK.
Asep mengatakan, saat ini memang belum terdapat tersangka dari pihak BPK terkait kasus tukin. Namun demikian, pihaknya sudah mengetahui arah aliran dana itu.
“Belum (ada tersangka dari BPK), tapi kita sudah tahu ke mana arahnya,” ujar Asep.
Jenderal bintang satu tersebut berujar, saat ini pendalaman aliran dana ke BPK masih terus dilakukan.
Pada saatnya, KPK akan mengumumkan hasil penelusuran dugaan aliran uang panas tersebut.
“Seperti yang disampaikan, ada alirannya ke situ, nah itu sedang kami dalami tentunya,” kata Asep.
Beberapa waktu usai mengumumkan dugaan korupsi di tukin naik ke tahap penyidikan, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, uang panas itu diduga digunakan untuk menyuap oknum BPK.
Baca juga: 10 Tersangka Korupsi Kementerian ESDM, Tukin Rp 1,3 M Jadi Rp 29 M
“Itu (dugaan untuk suap BPK) kami dalami,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Senin (27/3/2023).
Selain mengalir ke oknum di BPK, uang tukin itu juga digunakan untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, tunjangan hari raya (THR), pengobatan, membeli tanah, rumah, mess atlet, kendaraan, logam mulia, hingga indoor volley.
10 orang dalam perkara ini yang telah menjadi tersangka adalah Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso; pejabat pembuat komitmen (PPK), Novian Hari Subagio; dan staf PPK, Lernhard Febian Sirait.
Kemudian, Bendahara Pengeluaran bernama Abdullah; Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo; dan PPK Haryat Prasetyo.
Kemudian, Operator SPM, Beni Arianto; Penguji Tagihan, Hendi, PPABP, Rokhmat Annasikhah; serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine.
Masing-masing dari mereka mendapatkan jatah berbeda mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 10,8 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.