Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Tukin di ESDM, KPK: Harusnya Cair Rp 1,3 M, Bengkak Jadi Rp 29 M

Kompas.com - 15/06/2023, 20:49 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, tunjangan kinerja yang dibayarkan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk 10 orang seharusnya hanya Rp 1.399.928.153 namun membengkak menjadi Rp 29.003.205.373 atau Rp 29 miliar.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, realisasi pembayaran Belanja Pegawai Tunjangan Kinerja (Tukin) di Kementerian ESDM seluruhnya sebesar Rp 221.924.938.176 selama 2020-2022.

Pada kurun waktu tersebut, Subbagian Perbendaharaan di Kementerian ESDM Priyo Andi Gularso diduga memerintahkan bawahannya, Lernhard Febian Sirait, untuk “mengolah” dana tukin untuk “diamankan”.

Adapun Febian hanya menjabat sebagai staf pejabat pembuat komitmen (PKK). Dugaan manipulasi tukin total melibatkan 10 orang.

Baca juga: KPK Umumkan Identitas 10 Tersangka Korupsi Tukin di Kementerian ESDM

“Priyo meminta kepada Febian agar ‘dana diolah untuk kita-kita dan aman’,” ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Kamis (15/6/2023).

KPK menduga, dalam proses pengajuan anggaran tukin, para pelaku tidak menyertakan data dan dokumen pendukung.

Mereka juga memanipulasi daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif. Kemudian, pelaku juga menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak.

Selain itu, pelaku juga mengirimkan pembayaran tukin ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan sebelumnya.

“Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 1.399.928.153 namun dibayarkan sebesar Rp 29.003.205.373,” tutur Firli.

Baca juga: Eks Dirjen Minerba Bantah Manipulasi Tukin Pegawai: Saya? Enak Aja Lu!

Dengan demikian, terdapar selisih sebesar Rp 27.603.277.720 dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.

Akibat perbuatan para pelaku, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 27,6 miliar.

Sejauh ini, para pelaku baru mengembalikan uang sebesar Rp 5,7 miliar dan logam mulia 45 gram kepada negara.

“Sebagai salah satu upaya optimalisasi asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku pada perkara dimaksud,” kata Firli.

Adapun 10 orang tersangka itu adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, dan Staf PPK Lernhard Febian Sirait.

Kemudian, Bendahara Pengeluaran bernama Abdullah, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, dan PPK Haryat Prasetyo.

Baca juga: Dugaan Korupsi Tukin, KPK Cegah 10 ASN Kementerian ESDM ke Luar Negeri

Kemudian, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPABP Rokhmat Annasikhah, serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine.

Seluruh tersangka dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan) KPK kecuali Abdullah karena harus menjalani pemeriksaan medis.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com