JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo diduga membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 46 miliar.
Kerugian itu timbul akibat dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) itu pada tahun 2018-2020.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan, dugaan korupsi itu dilakukan Catur bersama Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna.
Baca juga: KPK Tetapkan Dirut BUMN PT Amarta Karya Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif
Saat ini, kedua direktur itu ditetapkan sebagai tersangka.
Tanak mengatakan, kasus ini bermula saat Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya menyiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadinya.
Uang tersebut akan diambil dari pembayaran sejumlah proyek yang digarap PT Amarta Karya.
Menindaklanjuti perintah itu, Trisna dan sejumlah staf PT Amarta Karya mendirikan dan CV fiktif pada 2018.
“Vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya,” ujar Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Kamis (11/5/2023).
Selain membentuk CV fiktif, mereka mencari badan usaha berbentuk CV yang juga akan digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor.
Padahal, kata Tanak, pekerjaan subkontraktor itu sebenarnya tidak ada alias fiktif.
Menurut Tanak, Catur selalu memberikan disposisi berisi pesan "lanjutkan" terkait pengajuan anggaran pembayaran vendor.
Baca juga: KPK Cecar Eks Dirjen Minerba soal Dugaan Mark Up Tukin di ESDM
Pemberian disposisi itu juga disertai dengan persetujuan surat perintah membayar (SPM). Surat ini ditandatangani Trisna.
Untuk memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai permintaan Catur, buku rekening bank, kartu ATM, hingga bongol dari CV palsu itu dipegang orang kepercayaannya yang duduk sebagai staf bagian akuntansi PT Amarta Karya.
“Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh tersangka Catur dan tersangka Trisna,” kata Tanak.
Beberapa proyek fiktif atau palsu itu antara lain pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur.