JAKARTA, KOMPAS.com - Riset yang dilakukan di Kanada dan Afrika menyebut bahwa suhu ekstrem permukaan bumi yang disebabkan oleh perubahan iklim memiliki keterkaitan dengan kematian bayi yang sifatnya mendadak.
Hasil penelitian yang dilaksanakan di Montreal, Kanada sejak tahun 1981 hingga 2010 tersebut diungkapkan Ketua Satgas Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kurniawan Taufiq Kadafi.
"Terdapat hubungan yang kuat antara suhu bumi yang ekstrem satu hari sebelum muncul kematian dan pada hari yang sama terjadi kematian yang sifatnya mendadak akibat adanya peningkatan suhu yang ekstrim," ungkap dokter spesialis anak yang akrab disapa Kadafi itu pada konferensi pers virtual yang diselenggarakan IDAI pada Selasa, (2/5/2023).
Baca juga: UPDATE Gelombang Panas Eropa, 500 Orang Tewas akibat Suhu Ekstrem di Spanyol
Kadafi menyebut, usia bayi yang sangat berisiko mengalami kematian mendadak akibat dari kenaikan suhu permukaan bumi yaitu pada bayi usia 3 sampai 12 bulan.
Saat ini, kata dia, Indonesia tidak terlalu terdampak dari kenaikan suhu bumi yang mengakibatkan bayi mati mendadak. Berbeda dengan negara bagian Asia Selatan, seperti India dan Bangladesh yang sedang mengalami peningkatan suhu panas bumi yang lebih ekstrem.
"Tetapi ini cukup penting kalau hawa panas itu sampai dengan di negara kita. Kita mesti hati-hati karena risikonya adalah kematian bayi yang sifatnya mendadak," tegas Kadafi.
Namun, cuaca ekstrem yang dibahas Kadafi nyatanya tidak hanya terbatas pada kenaikan suhu permukaan bumi, tetapi juga penurunan suhu bumi atau hawa dingin ekstrem yang nyatanya juga berisiko pada bayi.
Baca juga: Suhu Panas di Beberapa Negara Eropa Catat Rekor Tertinggi
"Terutama pada bayi 0 hari sampai 185 hari. Ini adalah situasi hipotermi atau suhu di bawah normal," ujarnya.
Apabila orang tua tidak bisa menjaga kehangatan bayi usia baru lahir, baik dalam situasi penurunan suhu ekstrem atau tidak, maka risiko kematiannya akan tetap tinggi.
Ia mengatakan, bayi usia 0 sampai dengan 7 hari dengan berat badan kurang dari 2,5 kg, jika mengalami kedinginan akan mengalami risiko kematian sebesar 4,9 kali.
Sedangkan pada bayi dengan berat badan di atas 2,5 kg akan mengalami risiko kematian sebesar 4,6 kali.
"Jadi pada bayi kalau beratnya cukup, kalau sampai kena air hujan dan kita tidak bisa menjaga (kehangatannya), bahaya kematiannya cukup tinggi," terang Kadafi.
Terkait risiko kematian mendadak pada orang dewasa, Kadafi menyebut bisa saja terjadi juga, tetapi risikonya tidak terlalu berbahaya seperti pada bayi.
"Dewasa mungkin tidak seekstrem pada anak-anak," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.