JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menilai, perlu adanya kajian terkait kepentingan Bupati Kepulauan nonaktif Meranti Muhammad Adil menggadaikan kantor Bupati Kepulauan Meranti ke bank senilai Rp 100 miliar.
Diketahui, M Adil merupakan tersangka dugaan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemotongan anggaran, penerimaan jasa fee umroh dan suap terhadap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Itu perlu kita kaji nanti menggadaikan itu untuk apa? untuk kepentingan pribadi atau apa," kata Yasonna saat ditemui di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2023).
Yasonna menyebutkan aset negara termasuk Kantor Bupati tidak bisa digadaikan tanpa alasan jelas.
Baca juga: Kemendagri Telusuri soal Bupati Meranti Gadaikan Aset Pemkab untuk Pinjaman Rp 100 Miliar
Menurut dia, keputusan Adil menggadaikan kantornya bisa masuk ke dalam tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Sebab, kata Yasonna, penggadaian aset seperti kantor Bupati harus diketahui dan melalui persetujuan DPRD.
"Ada (persetujuan) enggak dari DPRD-nya? Kalau itu sudah menyangkut aset yang ada ketentuan itu harus persetujuan DPRD. Jadi enggak bisa seenak udelnya saja," kata Yasonna.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti, Asmar mengkonfirmasi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti digadaikan ke bank oleh Adil.
Selain kantornya, Adil juga menggadaikan Mes Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kepulauan Meranti.
Baca juga: Alasan Bupati Meranti Gadaikan Gedung Pemerintahan ke Bank
Menurut Asmar, Mes Dinas PUPR Meranti dan Kantor Bupati digadaikan Adil ke Bank Riau Kepri dengan nilai Rp 100 miliar pada 2022 lalu.
"Yang digadaikan itu Mes Dinas PUPR Meranti dan Kantor Bupati. Aset bangunan dijadikan jaminan pinjaman ke Bank Riau Kepri senilai Rp 100 miliar," kata Asmar saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (14/4/2023).
Asmar mengatakan, uang dari pegadaian itu kemudian digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan wilayahnya.
Sejauh ini, dari Rp 100 miliar pinjaman yang diajukan, pihak bank baru mencairkan 59 persen atau Rp 59 miliar.
Saat ini, Pemkab Kepulauan Meranti harus menanggung cicilan Rp 3,4 miliar per bulan.
"Setiap bulan yang harus dibayar sebesar Rp3,4 miliar," kata Asmar.