JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengusulkan agar satuan tugas (Satgas) penanganan transaksi janggal Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melibatkan pihak luar.
Adapun satgas ini dibentuk oleh Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNPP TPPU) yang diketuai oleh Mahfud MD.
Menurut Yunus, satgas yang terdiri dari instansi pemerintah saja tidak akan bisa memenuhi kepercayaan publik terkait penyelesaian penanganan transaksi janggal tersebut.
Sementara itu, jika satgas hanya terdiri dari pihak luar maka akan kesulitan untuk mendalami transaksi janggal karena terbatasnya kewenangan dan pemahaman yang dimiliki untuk mendalami transaksi ratusan triliun rupiah di Kemenkeu tersebut.
Baca juga: Mahfud Sebut Satgas Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Disetujui Komisi III DPR dan Segera Dibentuk
“Jadi, memang ini bagai buah simalakama kalau satgasnya dari dalam instansinya itu-itu saja, mungkin orang luar (publik) kurang percaya karena yang melakukan dia, di Satgas dia lagi,” kata Yunus saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (14/4/2023).
“Tapi, kalau satgasnya orang luar saja dia enggak ada kewenangan untuk menyidik, dia enggak mengerti business process ataupun liku-liku di kepabeanan misalnya, illegal mining, susah juga, enggak jalan juga,” ujarnya lagi.
Ketua Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera periode 2015-2020 itu pun berpendapat, satgas ini harus melibatkan pihak luar selain pihak dari internal Kementerian atau lembaga yang memang berada dan memahami persoalan tersebut.
Yunus mengatakan, penggabungan tim untuk menangani transaksi janggal dengan menggabungkan pihak pemerintah dan pihak luar telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Baca juga: Pimpinan Komisi III DPR Tak Sepakat Pembentukan Satgas Transaksi Janggal Rp 349 Triliun
“Jadi, menurut saya, harus kombinasi. Biar ada pengawasan dari luar, libatkanlah pihak luar biar independen ya masuk dalam Satgas sama-sama dengan mereka, yang dari katakanlah Bea dan Cukai, Pajak, ataupun PPATK, itu harus,” kata Yunus.
Ia mengatakan, jika satgas hanya berisi tim dari kementerian atau lembaga hasilnya bisa saja tidak sepenuhnya dipercaya publik.
Ahli Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini berpandangan, kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam penanganan perkara ini penting untuk dipelihara.
“Unsur luar itu supaya dipercaya karena kalau satgas ini dipercaya oleh publik, hasilnya pun bisa dipercaya. Kepercayaan kepada pemerintah ini kan perlu diperihara. Kalau dia buat sendiri saja, kalau ada hasil orang enggak percaya ya bisa sia-sia ya,” ujarnya.
Baca juga: Mahfud: Satgas Komite TPPU Prioritaskan Kasus Emas Batangan Ilegal di Bea Cuka
“Kalau saya, lebih baik digabung begitu, enggak ada larangan untuk menggabung seperti itu buatlah tim gabungan, kalau perlu dibuat melibatkan pihak di luar itu,” kata Yunus lagi.
Diberitakan sebelumnya, Mahfud MD menyatakan bahwa pembentukan satgas itu dilakukan sebagai bentuk komitmen Komite TPPU dalam mengusut kasus transaksi janggal untuk selanjutnya diproses hukum.
Mahfud berjanji Satgas yang terdiri dari sejumlah kementerian dan lembaga itu akan kerja profesional, transparan, akuntabel.
"Komite TPPU akan bentuk Satgas Supervisi untuk tindak lanjuti LHA (Laporan Hasil Analisis) LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) nilai agregat Rp 349 triliun dan cash building prioritaskan LHP paling besar, dimulai yang Rp 189 triliun lebih," kata Mahfud dalam rapat di Komisi III DPR, Selasa (11/4/2023).
Menurut rencana, satgas ini bakal melibatkan sejumlah lembaga seperti PPATK, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai.
Kemudian, Bareskrim Polri, Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kemenko Polhukam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.