Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Anggap Sentilan Jokowi soal Impor Kemenhan Tak Akan Perbaiki Keadaan, kecuali...

Kompas.com - 16/03/2023, 17:07 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat Rizki Natakusumah menganggap sentilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) terkait impor senjata hingga seragam bisa saja tidak menghadirkan perbaikan apa pun.

Pasalnya, harus ada perencanaan dan program yang mendukung industri pertahanan terkait impor senjata dan seragam ini, bukan sekadar teguran semata.

"Teguran presiden tersebut tidak akan menghadirkan perbaikan kalau tidak ada perencanaan dan program pendukung untuk industri pertahanan," ujar Rizki saat dimintai konfirmasi, Kamis (16/3/2023).

Baca juga: Dukung Jokowi, Anggota Komisi I Sebut Impor Harus Jadi Pilihan Terakhir Kemenhan

Rizki menjelaskan, pada prinsipnya, Komisi I DPR selalu mendukung kemandirian industri pertahanan Indonesia agar bisa menopang kebutuhan pertahanan dalam negeri.

Bahkan, kalau bisa, industri pertahanan di Indonesia harus mampu melakukan ekspor.

"Beragam kerja sama yang pernah dibuat dan potensi industri pertahanan domestik merupakan perpaduan kapital yang sudah kita miliki, tinggal optimalisasinya saja yang perlu ditingkatkan," tuturnya.

Hanya saja, kata Rizki, industri pertahanan merupakan sektor yang sangat kompleks.

Sehingga, perlu ada dukungan besar dari pemerintah agar kelanjutan kesinambungan industri pertahanan Indonesia kuat.

Dia membeberkan, ada banyak pemangku kebijakan yang harus terlibat, mulai dari BUMN, Kementerian Keuangan, Kemenhan, hingga TNI.

"Jadi, kalau sekarang masih ada impor besar alutsista (alat utama sistem senjata) dari luar negeri, sebetulnya itu tanggung jawab bersama seluruh lembaga terkait di pemerintah, termasuk presiden," kata Rizki.

Baca juga: Disinggung Jokowi Masih Impor Seragam-Senjata, Polri: 80 Persen Sudah Pakai Dalam Negeri

Maka dari itu, Rizki berharap sentilan Jokowi ke Kemenhan ini bisa ditindaklanjuti. Dengan begitu, penguatan industri pertahanan bisa secara nyata terealisasi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Kemenhan dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk membeli seragam dan senjata buatan dalam negeri.

Jokowi menyatakan, pengadaan seragam dan senjata bagi aparat seharusnya tidak perlu melalui impor karena industri dalam negeri sudah mampu menyediakannya, bahkan mengekspornya.

Baca juga: Jauh Sebelum Jokowi Keluhkan Senjata Impor, Pabrikan Dalam Negeri Sudah Sambat Sulitnya Berbisnis Alutsista

"Saya minta di Kemenhan, di Polri, seragam militer. Kita ini sudah bikin, ekspor ke semua negara, eh kita malah beli dari luar, sepatu, senjata, kita bisa bikin lho," kata Jokowi kata Jokowi dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Jokowi mengatakan, sah-sah saja bila alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang canggih seperti pesawat tempur dibeli dari luar negeri.

"Tapi kalau senjata, peluru, kita sudah bisa. Apalagi hanya sepatu, kenapa harus beli dari luar?" ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menyoroti soal pengadaan makanan bagi para prajurit. Ia mengaku mendapat cerita dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa penyedia makanan bagi prajurit masih sama, sejak Luhut masih menjadi tentara hingga sekarang menjabat sebagai menteri.

"Mestinya semakin banyak penyedia, akan semakin baik karena harganya pasti akan kompetitif. Nanti akan saya cek, bener enggak," kata Jokowi.a

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com