Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LHKPN Rafael Alun Dicurigai Sejak 2012, Pakar: Ada Pembiaran?

Kompas.com - 26/02/2023, 16:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejanggalan transaksi dari rekening pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2012 dan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi tidak ditindaklanjuti menuai pertanyaan.

Menurut pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih, justru dari transaksi mencurigakan dari rekening Rafael yang terdeteksi PPATK dan dilaporkan ke KPK itu bisa menjadi pintu masuk penyelidikan tentang dugaan pelanggaran hukum.

"Antara KPK dan PPATK kan sudah ada informasi sejak 2012 sudah dicurigai. Berarti ada pembiaran dong? Kok sudah tahu mencurigakan tidak ditindaklanjuti?" kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/2/2023).

"Pandangan KPK terhadap LHKPN sepenting apa dalam hal pencegahan? Kalau penting itu bagaimana pentingnya?" lanjut Yenti.

Baca juga: Ayah Mario Mundur dari ASN Ditjen Pajak, Mahfud MD: LHKPN Rafael Alun Trisambodo Harus Tetap Diselidiki

Yenti mengatakan, laporan LHKPN dilakukan secara berkala atau periodik saat sang pejabat mulai menjabat hingga menyelesaikan masa jabatannya.

Dalam rentang waktu itu, dari LHKPN sang pejabat bisa terlihat perubahan harta kekayaannya sejak menjabat hingga menyelesaikan masa jabatannya. Jika terdapat lonjakan nilai harta yang luar biasa, maka seharusnya KPK patut mempertanyakannya.

Dalam kasus Rafael, Yenti menyatakan tidak sepakat dengan KPK yang memilih melakukan klarifikasi lebih dulu sebelum menduga terdapat indikasi tindak pidana di dalam harta pejabat DJP itu.

Sebab menurut Yenti, salah satu ciri-ciri dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan seorang aparatur sipil negara adalah jumlah hartanya melonjak tidak sebanding dengan profil pendapatan dalam jabatan dan golongan atau pangkatnya.

Baca juga: Transaksi Ganjil Pejabat Pajak, Rafael Alun Diduga Punya Perpanjangan Tangan

"PPATK kan sudah menyampaikan. Ini sekarang sudah ada di KPK. KPK bilang pelan-pelan. KPK bilang jauh dari TPPU. Aduh itu dekat sekali dengan TPPU. Pertama itu nilainya tinggi banget. Kedua transaksi mencurigakan itu polanya TPPU," ucap Yenti.

Yenti menyampaikan, dari penelusuran terhadap kejanggalan transaksi Rafael itu penyidik bisa mendalami asal-usul perolehan harta sang pejabat.

Jika memang terindikasi kekayaannya didapat dengan cara tidak sah, maka penyidik bisa mengambil tindakan dengan penegakan hukum.

"Justru dengan dugaan TPPU itu menjadi bagian dari sistem pencegahan, early warning system-nya. Sehingga bisa diselidiki ini dapatnya dari mana? Sumber hartanya dari mana? Apakah dari hasil kejahatan keuangan? Kan begitu," ujar Yenti.

Baca juga: Pimpinan KPK Perintahkan Direktur LHKPN Terjun Periksa Rafael: Jika Perlu Datangi

Jumlah harta kekayaan Rafael yang fenomenal terungkap setelah sang anak, Mario Dandy Satrio, terlibat kasus penganiayaan terhadap David Latumahina.

David merupakan anak dari Jonathan Latumahina yang merupakan seorang pengurus GP Ansor.

Setelah Mario ditangkap beserta sebuah mobil Jeep Rubicon yang digunakan buat mengangkut pelaku, beredar rekaman video yang memperlihatkan peristiwa penganiayaan terhadap David. Kemudian sejumlah harta kekayaan Rafael sebesar Rp 56,1 miliar terungkap.

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com