Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Temukan Indikasi Praktik TPPU dalam Proses Pemilu

Kompas.com - 14/02/2023, 16:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya menemukan indikasi adanya praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pendanaan pemilu.

Dia mengatakan, lembaganya memiliki tugas, salah satunya untuk mencegah dan memberantas TPPU masuk dalam proses pemilu.

"Kita menemukan ada beberapa memang indikasi ke situ dan faktanya memang ada, nah itu kita koordinasikan terus dengan teman-teman dari KPU-Bawaslu," kata Ivan ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Ia melanjutkan, indikasi TPPU itu terjadi di berbagai tingkatan proses pemilu, mulai dari pemilihan legislatif (pileg) hingga pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Ya di semua kita ikuti, tidak di dalam satu segmen tertentu, ya mau kepala daerah tingkat 1 tingkat 2 sampai seterusnya," ungkap dia.

Baca juga: Rapat Bareng PPATK, Benny K Harman: Ada Dana Besar untuk Tunda Pemilu

Akan tetapi, PPATK belum bisa membeberkan jumlah aliran dana yang terindikasi sebagai TPPU di proses pemilu tersebut. Sebab, PPATK akan terlebih dulu menganalisis aliran dana hingga nantinya bisa disampaikan kepada publik.

"Jumlah agregatnya ya kita enggak ada, enggak bisa saya sampaikan di sini. Pokoknya besar ya, pidana asalnya triliunan, karena terkait dengan banyak tindak pidana kan, terkait dengan sumber daya alam," ucapnya.

"Kalau masuk ke orang-orang tertentu yang kita duga sebagai political person itu ya ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan," sambung Ivan.

Lebih jauh, Ivan menyebutkan bahwa PPATK sudah menelusuri dugaan aliran dana itu pada dua periode pemilu sebelumnya.

"Ya, kita sudah mengikuti sejak lama. Karena kan PPATK sudah sekitar dua kali periode pemilu ini kita melakukan riset terus kan setiap pemilu. Dan kerja sama dengan KPU-Bawaslu," tutur Ivan.

Sebelumnya, dalam rapat Komisi III bersama Kepala PPATK, kabar mengenai dana besar digunakan untuk menunda Pemilu 2024 mengemuka.

Hal itu pertama kali disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny K Harman.

Baca juga: Bawaslu Teken MoU dengan PPATK soal Pencucian Uang dan Pengawasan Dana Kampanye Pemilu 2024

Mulanya, Benny mengungkapkan kekecewaannya karena PPATK tidak membeberkan laporan secara detail terkait aliran dana kasus korupsi dan perjudian.

"Kami ingin menggunakan penjelasan narasi yang bapak pakai data untuk menjalankan tugas pengawasan anggota dewan, kalau begini apa yang kami lakukan," kata Benny.

"Korupsi bagaimana ini, perjudian di mana, siapa judi ini, bagaimana bapak tahu judi. Enggak ada gambaran kita," sambungnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com