Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wawan Sobari
Dosen

Dosen Bidang Politik Kreatif FISIP Universitas Brawijaya

Menekan Toksisitas Politik Digital

Kompas.com - 14/02/2023, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PARA ahli perilaku memilih telah mengembangkan model sosiologis dan sosio-psikologis mengenai keputusan pilihan suara dalam pemilu. Sementara model teoretis baru lebih menekankan pada pemrosesan informasi oleh pemilih sebagai variabel bebas (Gabriel, 2020).

Intinya, cara mengelola dan memanfaatkan informasi tentang parpol/kandidat merupakan faktor penting yang memengaruhi keputusan pemilih.

Pada era digital, perubahan teoretis ini penting demi meningkatkan kualitas keputusan memilih kandidat/parpol. Namun, para pemilih lebih banyak memanfaatkan informasi pintas, daripada informasi menyeluruh sebelum menyalurkan suaranya.

Baca juga: Era Politik Digital dan Pembelajaran Kasus Video Jika Jokowi Terpilih, Tak Ada Lagi Azan

Mengutip pendapat Lodge dan Taber (2000), cara tersebut mendorong pemilih menyederhanakan situasi keputusan dan mencari pembenaran keputusan sebelum menilai opsi-opsi yang tersedia.

Toksisitas Narasi

Bila cara pintas mengelola informasi lebih banyak dilakukan pemilih, maka sejumlah risiko menghantui Pemilu 2024. Kemudahan digital dalam memproduksi dan menyebarkan informasi tentang kandidat dan parpol, setidaknya, berisiko terhadap penurunan kualitas keputusan memilih.

Hasil survei Litbang Kompas (Mei 2022) menunjukkan 36,3 persen responden berpendapat bahwa kerja pendengung (buzzer) dan pemengaruh (influencer) mempertajam perbedaan politik semenjak Pilpres 2019. Mereka memperparah pembelahan politik dengan membingkai narasi-narasi hitam dan saling menyerang.

Survei mengungkap pula bahwa informasi invalid (tidak lengkap, sumber tidak kredibel, bohong) memperuncing perbedaan politik.

Pembingkaian narasi politik digital menyimpang merupakan praktik politik toksik. Informasi invalid yang sengaja diproduksi dan disebarkan para pendengung dan pemengaruh memiliki efek merusak terhadap persepsi dan keputusan politik warga.

Data Kemenkominfo mengungkap tingkat penyebaran hoaks pada masa pilpres dan pileg (Maret-Mei 2019). Dalam kurun tiga bulan tersebut hoaks mencapai 40,4 persen dari total 3.356 hoaks selama Agustus 2018-September 2019. Hoaks politik merupakan kategori tertinggi. Risiko toksisitas narasi utamanya terjadi di dunia maya.

Baca juga: [VIDEO] Beredar Hoaks Jokowi Hadiri Deklarasi Penambahan Masa Jabatan Tiga Periode

Hasil riset KIC (November 2020) menunjukkan 30-60 persen orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses informasi dan berkomunikasi di internet. Sebaliknya, tingkat pengenalan warga terhadap hoaks hanya 21-36 persen. Data-data tersebut menunjukkan potensi risiko yang menyebabkan bias perilaku pemilih.

Nilai Demokrasi

Toksisitas politik digital bisa mendegradasi nilai demokrasi kompetitif Pilpres dan Pileg 2024.

Pertama, narasi digital partisan berisiko mereduksi nilai-nilai induktif demokrasi. Narasi rakyat seharusnya membangun dan mengarahkan narasi elite. Sebaliknya, politik digital membantu elite secara deduktif mengonstruksi narasi politik yang memengaruhi persepsi publik demi memenangkan persaingan.

Kedua, politik digital partisan menyebabkan kebutuhan dan kepentingan warga terabaikan dalam agenda demokrasi. Kebutuhan dan kepentingan publik menjadi kurang prioritas dibanding pertimbangan konstituen. Konsekuensinya, problem publik menjadi tidak lebih urgen ketimbang agenda konstituen.

Terakhir, nilai demokrasi kompetitif menganjurkan ketahanan watak bajik antarwarga, misalnya gotong royong. Tingginya kadar toksisitas politik digital berisiko menggerus kebajikan warga.

Pembingkaian narasi digital secara negatif, berulang, dan teragendakan bisa mereduksi tabiat bajik kekariban warga, karena efek persaingan yang minim moralitas politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com