Digitalisasi telah mengubah lingkungan komunikasi politik. Praktik komunikasi politik menjadi semakin banyak saluran, informal, audiens sebagai konsumen dan produsen informasi, format penyampaian pesan lebih beragam dan ekspresif, dan cenderung kebal regulasi (Coleman dan Freelon, 2015). Perubahan itu menjadi lingkungan yang nyaman bagi politik toksik.
Antitesis terhadap perubahan tersebut sebenarnya telah ditempuh. Kemenkominfo mengambil langkah formal penyebaran hoaks di media sosial. Komunitas non-profit dan media daring arus utama juga menempuh tindakan relatif sama melalui verifikasi hoaks. Begitu pula upaya persuasi publik agar merujuk pada media kredibel telah dijalankan.
Baca juga: [HOAKS] Jokowi Ditunjuk Jadi Sekjen PBB
Faktanya, usaha-usaha tersebut tidak menghentikan kerja-kerja pendengung, pemengaruh, dan produsen hoaks. Maka, pendekatan formal dan informal bisa dimerger untuk menekan toksisitas politik digital.
Pertama, perlu pengaturan dan penindakan aksi-aksi pendengung dan pemengaruh saat masa kampanye. Tim kampanye perlu mendaftarkan akun-akun media sosial resminya sekaligus para pendengung dan pemengaruh partisan. Secara bersamaan, pengawas pemilu menindak akun-akun ilegal yang mengatasnamakan peserta pemilu.
Selanjutnya, perlu upaya mendorong publik merujuk informasi media massa terstandar regulasi pers. Meskipun pembingkaian informasi sulit dihindari media arus utama sekalipun, namun penerapan etika jurnalistik bisa mereduksi risiko distorsi informasi. Data dan fakta yang menyokong produksi informasi media bisa menjaga netralitas berita dan analisisnya.
Selain itu, kita bisa belajar dari relawan informasi COVID-19. Sejumlah organisasi profit dan nonprofit ikut menyediakan informasi perkembangan dan risiko penyebarannya. Upaya tersebut relatif efektif menutupi celah kelemahan pendekatan formal pemerintah dalam menyediakan informasi COVID-19.
Terakhir, perlu rekayasa informasi yang mendorong publik berpikir terbuka (open thinking) daripada sekadar berpikir kritis (critical thinking). Survei LSI Lembaga (Januari 2023) menemukan potensi pembelahan politik. Kepuasan terhadap kinerja presiden berkorelasi positif dengan basis Ganjar, namun bertautan negatif dengan basis Anies dan Prabowo. Maka, perlu edukasi publik dalam mengelola informasi berdasarkan bukti, fleksibel, dan mengedepankan gagasan daripada fanatisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.