Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelanggaran Netralitas ASN Meningkat Jelang 2024, Masa Sebelum Kampanye Dinilai Rawan

Kompas.com - 31/01/2023, 13:30 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut bahwa tren pelanggaran netralitas ASN mulai meningkat jelang Pemilu 2024 dan diprediksi akan terus bertambah.

Hal itu diungkapkan Ketua KASN Agus Pramusinto setelah meneken perjanjian kerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada Selasa (31/1/2023).

"Tren pelanggaran netralitas sudah mulai meningkat. Kalau kita lihat data KASN 2022 terdapat 15 ASN yang melanggar netralitas yang mengarah kepada kontestasi politik 2024," kata Agus dalam sambutannya.

"Angka ini tentu saja berpotensi meningkat pada 2023 seiring dengan bergulirnya tahapan pemilu dan pemilihan serentak," ujar dia.

Baca juga: 47 Tower Apartemen Akan Dibangun di IKN untuk Rumah Dinas ASN, TNI, dan Polri

Agus mengatakan, perjanjian kerja sama ini diteken karena kedua belah pihak merasa perlu untuk berupaya terus-menerus meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan netralitas ASN.

Lingkup perjanjian yang ditandatangani meliputi 5 butir kesepakatan, salah satunya pertukaran data dan/atau informasi.

Kedua pihak sepakat mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan Netralitas ASN (Siapnet) guna memfasilitasi pengaduan pelanggaran netralitas ASN yang didapatkan Bawaslu untuk kemudian diberikan kepada KASN.

Sementara itu, butir-butir perjanjian lainnya meliputi kesepakatan dalam hal pencegahan, pengawasan, penanganan pelanggaran pemilu, dan monitoring tindak lanjut rekomendasi KASN.

Sebab, netralitas ASN masih menjadi isu setiap kali tahun politik bergulir. Jika merujuk kepada data KASN pada 2020 dan 2021, terdapat 2.034 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN.

Sebanyak 1.596 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melanggar netralitas.

Baca juga: Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 Terbit, Ini Aturan tentang Jabatan Fungsional ASN

KASN telah memberikan rekomendasi sanksi, tetapi masih ada 11,5 persen rekomendasi sanksi yang tidak ditindaklanjuti kepala daerah atau menteri.

"Bila diamati lebih jauh lagi, sejumlah 47,1 persen dari pelanggaran netralitas ASN terjadi pada masa sebelum kampanye. Modus pelanggaran yang terbanyak pun adalah kampanye atau sosialisasi di media sosial sejumlah 30,4 persen," ungkap Agus.

"Kemudian disusul oleh kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4 persen) dan melakukan foto bersama dengan mengikuti simbol gerakan tangan atau yang menunjukkan keberpihakan (12,6 persen)," kata dia.

Agus mengatakan bahwa netralitas ASN adalah isu krusial karena mereka ada di jantung pelayanan publik.

Ia khawatir, netralitas ASN yang tak diawasi akan menciptakan fenomena di mana ASN yang hendak berkarier akan menempel-nempel calon yang diprediksi menang pemilu, munculnya politik balas budi, hingga politik balas dendam.

"Itu sering terjadi dan tentu saja kita tidak ingin karena politik praktis ASN terjadi friksi. Bagaimana mungkin ASN menjadi perekat NKRI kalau dia sendiri menjadi pemain yang menghancurkan kesatuan NKRI itu sendiri," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com