JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dengan pihak lain, termasuk sejumlah prajurit TNI Angkatan Udara (AU).
Sebagaimana diketahui, Irfan Kurnia merupakan terdakwa tunggal dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU Tahun 2015-2017.
Irfan menjadi satu-satunya orang sipil yang diseret KPK dalam perkara ini. Sementara kasus sejumlah tersangka lain yang berlatar belakang prajurit TNI AU dihentikan oleh Polisi Militer (Pom) TNI.
“Kami berpendapat unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum,” kata Jaksa KPK Arif Suhermanto saat membacakan analisa yuridis tuntutan terhadap Irfan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023).
Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Jaksa Tuntut Irfan Kurnia Saleh 15 Tahun Penjara
Diketahui, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menyebut, dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan.
Dalam tuntutan, Irfan disebut bersama-sama dengan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products Lorenzo Pariani.
Kemudian, mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada 2015-2017.
Selain itu, Arief menyebut perbuatan korupsi Irfan juga dilakukan bersama Direktur Lejardo, Pte Ltd Bennyanto Sutjiadji. Lalu, Heribertus Hendi Haryoko selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen periode tahun 2015 sampai 20 Juni 2016.
Selanjutnya, Wisnu Wicaksono yang menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU TNI AU periode 2015-Februari 2017.
Benny diketahui merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 20 Juni 2016 hingga 2 Februari 2017.
Baca juga: Berbelit-belit Jadi Alasan yang Perberat Tuntutan Terdakwa Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Menurut Arif, mereka telah menunjukkan kesatuan kehendak dan kesatuan perbuatan fisik yang saling melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan delik.
“Oleh karena itu, perbuatan terdakwa masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan perbuatan,” ujar Arif.
Jaksa kemudian menepis pendapat dari seorang ahli a de charge yang dihadirkan Irfan, Mudzakkir. Ia menyebut dalam kasus koneksitas, jika pelaku kawan peserta di penyidikan POM TNI dihentikan maka perkara Irfan juga harus disetop.
Sebab, kata Arif, pihaknya mengacu pada Pasal 42 Undang-Undang KPK. Pasal ini membuat KPK tidak terikat pada keputusan POM TNI menghentikan penyidikan para prajuritnya.
“Ketentuan Pasal 42 tersebut memberikan wewenang kepada KPK untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara koneksitas tindak pidana korupsi,” ujar Arif.
Baca juga: Hakim Emosi Saat Prajurit TNI Berulang Kali Tak Hadiri Sidang Kasus Helikopter AW-101