Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Akui Politik Uang Jadi PR untuk Pemilu 2024, Ungkit Fenomena Klientelisme

Kompas.com - 19/01/2023, 16:02 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengakui bahwa politik uang masih menjadi pekerjaan rumah bagi penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Dalam Rapat Koordinasi Tahunan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pada Kamis (19/1/2023), anggota KPU RI Idham Holik menyinggung pragmatisme politik yang dianggap masih membudaya di Indonesia.

“Kenapa kampanye politik masih mahal, kenapa dalam pemilu selalu dibayar-bayari, itu kan uang yang sangat besar. Memang ada budaya yang harus kita pangkas, yakni budaya pragmatisme politik pada saat kampanye,” kata Idham dalam paparannya.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI ini menyebut bahwa ongkos kampanye yang dikeluarkan untuk satu daerah bahkan bisa lebih dari Rp 25 miliar.

Baca juga: PPATK: Rp 1 Triliun Lebih Hasil Kejahatan Lingkungan Mengalir ke Anggota Parpol

Di satu sisi, Indonesia memang banyak menuai pujian dari kalangan internasional karena berhasil menyelenggarakan pemilu yang rumit hanya dalam satu hari.

Namun, di sisi lain, sejumlah studi juga mengemukakan bagaimana proses elektoral di Indonesia masih diiringi oleh politik uang.

Idham lantas mengungkit soal klientelisme, sebuah fenomena politik klien yang ditandai dengan pertukaran barang dan jasa, termasuk mencakup politik patronase dan pembelian suara.

Idham menyinggung disertasi Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi di Australian National University (ANU) pada 2013.

Disertasi tersebut salah satunya membahas bagaimana politik uang berkelindan dengan pengenalan pemilih yang minim terhadap partai politik (party ID).

Baca juga: MK Diminta Tak Kabulkan Judicial Review soal Sistem Pemilu karena Bukan Urusannya

Situasi ini jauh berbeda dengan keadaan di Amerika Serikat, misalnya, ketika calon presiden Barack Obama bahkan memperoleh sumber biaya kampanye yang cukup besar lewat crowdfunding atau urunan warga.

Idham juga mengungkit studi Profesor Edward Aspinall yang dipopulerkan lewat buku berjudul Democracy for Sale (2018), yang juga mengambil studi kasus di Indonesia.

Buku ini mendeskripsikan politik klientelisme yang dilakukan para peserta pemilu melibatkan jaringan struktural pemerintahan daerah.

“Bagi kami sebagai penyelenggara ini satu tantangan bahwa ke depan, bisakah Indonesia terlepas dari politik klientelisme atau politik uang. Dunia internasional masih mendapati politik elektoral Indonesia belum bersih,” kata Idham.

Baca juga: ICW Prediksi Politik Uang pada Pemilu 2024 Masih Akan Terulang

“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) kami untuk meningkatkan sosialisasi dan pendidikan politik ataupun dalam persoalan yang lebih luas,” ujarnya lagi.

Idham juga menyinggung adanya peluang pembiayaan politik berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.

Oleh karena itu, KPU dengan PPATK meneken nota kesepahaman pada 2019 lalu, yang isinya mencakup pertukaran informasi untuk memastikan pemilu berintegritas.

“Karena memang ada banyak penelitian dan pemberitaan bahwa dalam politik berpotensi terjadinya moral hazard, salah satunya bagaimana terjadinya tindak pidana pencucian uang. Potensi itu ada,” kata Idham.

Baca juga: Pengamat: Politik Uang Bertransformasi Sesuai Perkembangan Zaman

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com