Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Bakal Dihentikan, Epidemiolog: Mengundang Masalah Saat Situasi Tak Menentu

Kompas.com - 26/12/2022, 14:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang direncanakan pemerintah hanya mengundang masalah baru.

Dicky menyebut, ancaman Covid-19 masih ada, terutama ketika pergerakan masyarakat meningkat pada libur panjang Natal dan menyambut tahun baru 2023.

Diprediksi, pergerakan masyarakat pada masa libur Natal dan tahun baru mencapai 44,17 juta orang.

"Situasi ini menjadi sangat rawan ketika kita menghadapi Nataru (Natal dan tahun baru), terus mau dicabut PPKM-nya. Ini kan namanya mengundang masalah di tengah ancaman situasi global yang tidak menentu itu," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/12/2022).

Baca juga: Jokowi Sebut Kajian Soal Penghentian PPKM Belum Sampai Meja Kerjanya

Ia mengatakan, pergerakan orang yang banyak seperti itu dikhawatirkan membawa virus dari satu wilayah ke wilayah lain. Apalagi, pemeriksaan dan pelacakan (testing and tracing) untuk mendeteksi virus dalam tubuh manusia semakin rendah.

Dicky mengungkapkan, penerapan PPKM hingga 9 Januari 2023 atau hingga selesai masa liburan anak sekolah sudah berada di jalur yang tepat. Jangan sampai kata Dicky, wacana menghapus PPKM justru memperburuk keadaan.

"(Aturan) PPKM-nya sampai 9 Januari, menurut saya selesaikan dulu itu, karena Natal dan tahun baru ini punya potensi perburukan," ucap Dicky.

Dicky mengungkapkan, situasi pandemi Covid-19 saat ini masih krisis. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) belum mendeklarasikan dunia terbebas dari virus Sars Cov-2 ini.

Makin buruknya situasi Covid-19 terlihat dari adanya kenaikan di beberapa negara. Di China, virus Covid-19 kembali naik tembus 250 juta kasus sepanjang Desember 2022.

Dicky menyatakan, secara umum situasi Covid-19 sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan dua tahun pertama, termasuk di Indonesia dari indikator infeksi, beban fasilitas kesehatan, maupun tingkat kematian.

Baca juga: Harapan Kapolri di Malam Natal: Semoga Tahun Depan Kita Bisa Meninggalkan PPKM dan Kembali Normal

Namun, indikator itu nyatanya belum menentramkan. Situasi bisa terkendali dan relatif aman jika banyak masyarakat yang mendapat vaksinasi Covid-19 dosis lengkap dan menerapkan protokol kesehatan.

"Artinya kalau bicara modal imunitas itu sebagai modal yang bersifat berkelanjutan, modalnya lebih menentramkan, maka berarti cakupan vaksinasi yang dibangun, vaksinasi penuh primer maupun booster, itu harus di atas 80 atau 85 persen," tutur Dicky.

Ia lantas menyoroti cakupan vaksinasi di Indonesia. Sayangnya, cakupan vaksinasi dosis lengkap atau hingga dosis ketiga masih jauh dari angka ideal.

Baca juga: Jokowi Berencana Hentikan PPKM, Ini Kata Jubir Satgas Covid-19

Data per 26 Desember 2022 pukul 10.17 WIB menunjukkan, capaian vaksinasi dosis ketiga hanya 29,11 persen atau baru diterima oleh 68.313.650 orang.

"Itu masih jauh. Apalagi kalau bicara dosis keempat untuk lansia, masih 1 persen dan kecil sekali. Data WHO pun yang terakhir Desember ini menunjukkan Indonesia untuk vaksinasi full-nya saja belum mencapai 80-90 persen yang tiga dosis," ungkap Dicky.

Halaman:


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com