KRITIK yang hadir terhadap pemberhentian Hakim Konstitusi, Aswanto oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat sidang paripurna 29 September 2022, seolah bukan menjadi persoalan apapun di bagi Presiden Joko Widodo.
Tepat pada Rabu, 23 November 2022, Presiden Jokowi secara resmi melantik Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang menggantikan Aswanto.
Proses pelantikan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi seolah memberikan pembenaran proses pemberhentian yang cacat secara hukum dilakukan oleh DPR terhadap Aswanto.
Persoalan yang hadir pada DPR dalam memberhentikan Aswanto adalah kekeliruan dalam menafsirkan Surat Mahkamah Konstitusi No. 3010/KP.10/07/2022. Surat tersebut sebenarnya hanya terbatas pada pemberitahuan mengenai dampak Putusan MK No. 96/PUU-XIII/2020.
Pada putusan tersebut telah mengubah periodisasi jabatan hakim MK yang tidak lagi terbatas pada siklus 5 tahunan, namun mengikuti pada pembatasan usia.
Menjadikan putusan tersebut sebagai dasar pemberhentian hakim MK oleh DPR jelas keliru dan tidak dapat diterima akal sehat.
Berdasarkan Pasal 23 ayat (4) UU Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan melalui keputusan presiden dan atas permintaan ketua Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, secara konstitusional kewenangan DPR juga tidak memberhentikan hakim MK, melainkan hanya mengusulkan hakim MK.
Problematika lain soal pemberhentian Aswanto oleh DPR, yakni pemberhentian yang sangat jauh dari amanat konstitusi untuk menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
Menurut keterangan dari Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto, DPR memberhentikan Aswanto karena telah menganulir beberapa produk hukum dari DPR.
Ia mengatakan, Aswanto merupakan wakil dari DPR di MK layaknya direksi yang ditunjuk oleh owner.
Padahal mengacu UU tentang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa syarat pemberhentian hakim konstitusi, baik pemberhentian secara terhormat maupun tidak terhormat tidak ditemukan sedikitpun ketentuan yang menyebutkan bahwa alasan pemberhentian hakim konstitusi karena telah menganulir undang-undang dari DPR.
Sebab pemberhentian sebagaimana yang diuraikan sebelumnya secara nyata berimplikasi pada hilangnya independensi Hakim Konstitusi. Hal ini bertentangan dengan amanat Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menjamin adanya kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
Tafsir terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman, yakni membebaskan berbagai kepentingan yang muncul dari cabang kekuasaan negara lainnya seperti Legislatif dan Eksekutif yang dapat memengaruhi independensi kinerja hakim konstitusi dalam menegakkan konstitusi dan keadilan.
Kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD 1945 secara hakiki merupakan amanah yang semestinya dipegang oleh Presiden sejak mencalonkan diri sebagai calon presiden.