Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Perppu Pemilu Anomali, Pakar Kepemiluan UI: Ini Preseden Buruk

Kompas.com - 16/11/2022, 14:44 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar kepemiluan fakultas hukum Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini, menilai bahwa konsinyering yang ditempuh DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu dalam rangka menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu sebagai sebuah anomali.

"Perppu Pemilu ini anomali," kata Titi Anggraini dalam diskusi yang dihelat NETGRIT dan Tribunnews pada Selasa (15/11/2022) malam.

Sebab, sesuai namanya, perppu harusnya diterbitkan pemerintah dan dihasilkan untuk mengatasi kegentingan/kedaruratan.

Namun, rapat konsinyering beberapa kali yang dilakukan para pihak ini justru menegaskan tidak ada kegentingan berarti yang menuntut terbitnya perppu secara cepat.

Baca juga: DPR Akui Draf Isi Perppu Pemilu Sudah Disepakati walau Belum Diajukan Pemerintah

Di samping itu, tidak ada sama sekali partisipasi masyarakat sipil. Semua pihak terlibat adalah aktor negara.

Apalagi, diketahui DPR dihuni anggota-anggota partai politik yang seluruhnya akan jadi peserta Pemilu 2024.

"Kalau sempat membahas bersama, kenapa tidak revisi Undang-undang Pemilu saja?" ujar Titi.

Ditambah lagi, tak seperti kesepakatan awal, perppu ini justru mengakomodir masuknya berbagai kepentingan di luar penataan dapil dan alokasi kursi imbas pemekaran provinsi di Papua.

Baca juga: Draf Perppu Pemilu Ubah 5 Hal: Jumlah Anggota DPR, Jumlah Dapil, hingga Nomor Urut Parpol

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menilai bahwa proses pembuatan perppu ini sebagai preseden buruk dari kacamata hukum.

"Makanya saya pikir, saya yang salah belajar hukum, atau ada peristiwa hukum luar biasa di negara kita yang nomenklaturnya betul-betul saya tidak pahami? Tapi, sebetulnya ini preseden buruk jika kita ingin bicara pemilu sebagai sebuah tertib hukum," kata Titi.

Titi juga menyinggung soal proses revisi lewat perppu ini tak menyentuh akar masalah pada isu-isu yang mendesak.

Ia mengambil contoh soal penyeragaman masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota yang dianggap problematik.

Baca juga: Perppu Pemilu Akan Akomodasi Usul Megawati, Nomor Urut Parpol DPR Tak Perlu Diundi

Menurut Titi, hal itu memang mendesak tetapi pemilihan tahun 2023 sebagai awal penyeragaman masa jabatan itu dianggap tak sesuai dengan tujuan utama, yakni meniadakan rekrutmen di tengah tahapan pemilu.

Oleh karenanya, ia menyayangkan para pihak terlibat dalam revisi UU Pemilu ini tak menjadikan momentum revisi saat ini sebagai momentum perbaikan mendasar.

"Momentum, kalau kita ingin membenahi penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, itu saat ini. Memang sebagai penyelenggara mungkin kita lebih nyaman bekerja dengan orang-orang yang dekat dengan kita, atau kemudian kita tahu misalnya mampu berkolaborasi, dan kita yang menentukan," ujar Titi.

"Pilihan paling logis menata jadwal rekrutmen penyelenggara supaya tidak terjadi di fase tahapan dengan memperpanjang masa jabatan sampai selesai seluruh tahapan Pilkada 2024," katanya lagi.

Baca juga: Isi Perppu Melebar dan Disepakati di Belakang Layar Dianggap Jadi Preseden Buruk Pemilu dan Tertib Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com