"Perppu Pemilu ini anomali," kata Titi Anggraini dalam diskusi yang dihelat NETGRIT dan Tribunnews pada Selasa (15/11/2022) malam.
Sebab, sesuai namanya, perppu harusnya diterbitkan pemerintah dan dihasilkan untuk mengatasi kegentingan/kedaruratan.
Namun, rapat konsinyering beberapa kali yang dilakukan para pihak ini justru menegaskan tidak ada kegentingan berarti yang menuntut terbitnya perppu secara cepat.
Di samping itu, tidak ada sama sekali partisipasi masyarakat sipil. Semua pihak terlibat adalah aktor negara.
Apalagi, diketahui DPR dihuni anggota-anggota partai politik yang seluruhnya akan jadi peserta Pemilu 2024.
"Kalau sempat membahas bersama, kenapa tidak revisi Undang-undang Pemilu saja?" ujar Titi.
Ditambah lagi, tak seperti kesepakatan awal, perppu ini justru mengakomodir masuknya berbagai kepentingan di luar penataan dapil dan alokasi kursi imbas pemekaran provinsi di Papua.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menilai bahwa proses pembuatan perppu ini sebagai preseden buruk dari kacamata hukum.
"Makanya saya pikir, saya yang salah belajar hukum, atau ada peristiwa hukum luar biasa di negara kita yang nomenklaturnya betul-betul saya tidak pahami? Tapi, sebetulnya ini preseden buruk jika kita ingin bicara pemilu sebagai sebuah tertib hukum," kata Titi.
Ia mengambil contoh soal penyeragaman masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota yang dianggap problematik.
Menurut Titi, hal itu memang mendesak tetapi pemilihan tahun 2023 sebagai awal penyeragaman masa jabatan itu dianggap tak sesuai dengan tujuan utama, yakni meniadakan rekrutmen di tengah tahapan pemilu.
Oleh karenanya, ia menyayangkan para pihak terlibat dalam revisi UU Pemilu ini tak menjadikan momentum revisi saat ini sebagai momentum perbaikan mendasar.
"Momentum, kalau kita ingin membenahi penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, itu saat ini. Memang sebagai penyelenggara mungkin kita lebih nyaman bekerja dengan orang-orang yang dekat dengan kita, atau kemudian kita tahu misalnya mampu berkolaborasi, dan kita yang menentukan," ujar Titi.
"Pilihan paling logis menata jadwal rekrutmen penyelenggara supaya tidak terjadi di fase tahapan dengan memperpanjang masa jabatan sampai selesai seluruh tahapan Pilkada 2024," katanya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/16/14440141/sebut-perppu-pemilu-anomali-pakar-kepemiluan-ui-ini-preseden-buruk