Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Periksa Bawahan Rektor Unila Karomani yang Diduga Kumpulkan Uang Suap

Kompas.com - 14/11/2022, 14:02 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan aliran dana yang diterima Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani dari sejumlah pihak.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik telah melakukan pendalaman itu dengan memeriksa Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo serta dosen Unila bernama Mualimin.

Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat pekan lalu (11/11/2022).

“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dengan aliran uang yang diterima tsk KRM dari berbagai pihak,” kata Ali dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Senin (14/11/2022).

Baca juga: KPK Tak Segan Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Suap Rektor Unila

Keterlibatan Mualimin dan Budi Sutomo telah disebut KPK pada 21 Agustus lalu atau saat penahanan Karomani.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Budi Sutomo merupakan salah satu pejabat rektorat yang diperintahkan Karomani untuk melakukan seleksi secara personal terhadap orangtua calon mahasiswa yang sanggup membayar tarif masuk Unila.

Ia menjalankan aksinya bersama Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri.

Sementara itu, Mualimin merupakan dosen yang ditunjuk Karomani untuk mengumpulkan uang dari orangtua mahasiswa yang telah diluluskan Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila).

“Uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orangtua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta,” ujar Ghufron, Minggu (21/8/2022).

Selain dua bawahan Karomani, KPK memeriksa dosen jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sebelas Nopember (ITS) Surabaya, Darlis Herumurti.

Baca juga: KPK Periksa Plt Dirjen Dikti Ristek, Usut Kasus Suap Rektor Unila Karomani

Kemudian, satu orang dari pihak swasta bernama Radityo Prasetianto Wibowo. Mereka diperiksa pada hari yang sama dengan Mualimin dan Budi.

“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan sistem program aplikasi yang digunakan dalam penerimaan mahasiswa baru,” ujar Ali.

Sebelumnya, Karomani dan sejumlah bawahannya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bandung pada 20 Agustus lalu.

Karomani diduga menerima suap hingga lebih dari Rp 5 miliar terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.

Sebagai rektor, Karomani berwenang mengatur mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) tahun akademik 2022. 

Ia kemudian memerintahkan sejumlah bawahannya untuk melakukan seleksi secara personal terhadap orangtua peserta Simanila yang sanggup membayar tarif masuk Unila.

Biaya ini di luar pembayaran resmi yang ditetapkan kampus.

Baca juga: Cara Rektor Nonaktif Unila Loloskan Mahasiswa Titipan ke Fakultas Kedokteran Terungkap

Bawahan Karomani yang tersebut antara lain Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Kabiro Perencanaan dan Humas Budi Sutomo.

Proses ini juga melibatkan Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Selain itu, Karomani memerintahkan dosen bernama Mualimin untuk mengumpulkan uang dari orangtua mahasiswa yang telah diluluskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com