Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Hakim Agung Jadi Tersangka KPK, Gayus Lumbuun: Pemerintah Terlampau Sibuk Urus Ekonomi dan Politik!

Kompas.com - 13/11/2022, 14:34 WIB
Irfan Kamil,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun berpendapat, presiden Joko Widodo terlalu sibuk mengurusi persoalan politik dan ekonomi dibanding dengan pembenahan hukum dan penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Gayus menanggapi adanya dua hakim Mahkamah Agung (MA) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pemerintah terlampau sibuk dengan urusan politik dan ekonomi, meninggalkan perhatiannya ke bidang penegakan hukum. Kenapa saya mengatakan ini? Karena sudah banyak saya cuatkan kekesalan kepada perhatian presiden terhadap hukum dan penegakan hukum," ujar Gayus kepada Kompas.com, Minggu (13/11/2022).

Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Hakim Agung Tersangka, MA: Kita Serahkan ke Proses Hukum

Gayus mengaku telah mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi peradilan khususnya di Mahkamah Agung dalam sebuah forum di televisi bahkan sejak tahun 2015.

Hal itu pun disetujui oleh Mahfud Md yang kala itu belum menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.

"Ketika itu, ada Pak Mahfud yang setuju dengan pendapat saya menyikapi keadaan carut marut ketika itu. Bahkan kata Pak Mahfud di Georgia itu hakim diganti semua, itu evaluasi menurut pak Mahfud, 'saya setuju prof Gayus', ada rekaman saya," ucapnya.

Gayus menuturkan, kala ia masih aktif di Mahkamah Agung dan menjadi anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH) pada Mahkamah Agung. Saat itu, tidak sedikit oknum hakim yang dipecat.

Saat itu, kata dia, kondisi MA sudah memprihatinkan dan butuh pembenahan secara struktural kehakiman. Namun, hingga kini, pembenahan itu tidak juga dilakukan oleh otoritas tertinggi yakni Presiden.

"Sudah banyak berkecamuk hakim-hakim ditangkepi, saya pribadi sebagai majelis kehormatan hakim MA memeriksa perkara hakim yang melanggar bersama Komisi Yudisial itu sekitar 10 saya berhentikan, dipecat, 10-an kira-kira, tahun itu lho, artinya demikian gawatnya dunia peradilan," jelas Gayus.

Baca juga: Pimpinan MA Didesak Mundur Usai Dua Hakim Agung dan Pegawai Jadi Tersangka

Ia pun tidak bisa membayangkan jika pemerintah terus-terusan hanya fokus kepada politik dan ekonomi tanpa ada perhatian terhadap pembenahan hukum dan penegakan hukum.

Menurutnya, jika presiden Jokowi tidak melakukan pembenahan dengan mengevaluasi seluruh pucuk pimpinan di lembaga peradilan, maka hal itu bakal berimbas ke berbagai sektor lainnya, termasuk politik dan ekonomi.

"Tidakkah khawatir kalau investor-investor lokal maupun internasional takut menginvestasikan hartanya kalau sudah menempatkan modalnya tetapi penyelesaian sengketa itu seperti ini (ada korupsinya)," papar Gayus.

"Apa tidak takut? Apa tidak mengganggu ekonomi pada akhirnya? ini yang saya kembali mengetuk hati Presiden, evaluasi, konsepnya sudah saya tawarkan yaitu tiap-tiap pengadilan di seluruh Indonesia itu ketua dan wakil ketuanya saja yang dievaluasi PN (Pengadilan Negeri), PT (Pengadilan Tinggi) dan Mahkamah Agung yang hasilnya nanti untuk memotivasi anggota-anggotanya, di bawah pimpinannya," jelas eks hakim agung itu.

Dua hakim MA terlibat suap

Perkara kasus suap melibatkan hakim MA itu bermula ketika KPK melakukan tangkap tangan terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com