JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai PDI-P berpeluang bergabung dengan koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ia memaparkan sejumlah alasan peluang PDI-P bergabung dengan koalisi tersebut.
Pertama, PDI-P dan Partai Gerindra saling memberi keuntungan elektoral.
“Sebab selaku calon presiden (capres) Prabowo memiliki basis elektoral yang cukup terjaga meskipun elektabilitas Gerindra belum mampu melampaui PDI-P,” kata Umam pada Kompas.com, Jumat (4/11/2022).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Demokrat Meningkat di Kalangan Gen Z, Siap Mengejar PDI-P
Sementara itu, Umam memandang PDI-P tetap menjadi partai dengan mesin politik paling kuat untuk menghadapi Pemilu 2024.
Dengan tambahan konstituen dari PKB, Umam menilai ketiga partai politik (parpol) itu jadi punya kekuatan dan basis konstituen yang mumpuni.
“Dua kekuatan itu bisa bersimbiosis hingga melahirkan mesin politik yang prima, terlebih jika PKB bersedia bertahan di koalisi untuk mengonsolidasikan dukungan basis pemilih nahdliyin,” paparnya.
Alasan kedua, PDI-P mencari pilihan lain untuk mengikuti Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 karena Ganjar Pranowo belum cukup mendapatkan dukungan kader elite partai berlambang banteng itu.
Baca juga: Gerindra Anggap Dukungan Jokowi ke Prabowo Terkait Pencapresan
Pasalnya, meski punya elektabilitas sebagai capres yang tinggi, lanjut Umam, Ganjar dipandang terlalu terburu-buru dan berlebihan menunjukan keinginannya untuk menjadi capres.
Ia menduga, situasi itu menjadi pertimbangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk tidak memberi tiket capres pada Ganjar.
“Megawati tentu berpikir ulang jika belum memegang kekuasaan ia sudah offside berkali-kali, maka saat kekuasaan ia pegang, ia bisa berlari meninggalkan mekanisme kontrol yang dijalankan di internal partai,” tutur dia.
Alasan ketiga, lanjut Umam, Megawati punya perjanjian Batu Tulis dengan Prabowo pada 2009 yang belum ditepati.
Salah satu poin perjanjian itu adalah, pada Pemilu 2014 Megawati bakal mendukung pencapresan Prabowo. Namun, janji itu belum tuntas karena saat itu PDI-P mengusung pasangan calon (paslon) Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
“Bagi seorang politisi senior sekelas Megawati, trust dan komitmen lebih utama ketimbang pragmatisme. Ibarat Sabdo Pandito Ratu, pantang baginya untuk mengkhianati janji,” imbuhnya.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Golkar Nyaris Kehilangan Suara Pemilih Gen Z, Gerindra Menurun
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani meyakini bakal ada dua parpol dari Parlemen yang bergabung bersama koalisi Gerindra-PKB.
Ia mengatakan, dua parpol calon mitra koalisi itu punya kesamaan visi-misi dengan Partai Gerindra.
"Insya Allah sudah ada mulai pembicaraan. Warna-warna sudah mulai kelihatan, tapi warna-warna itu gelap lagi, kadang-kadang terang lagi, kira-kira seperti itu," ungkap Muzani ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (2/11/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.