JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dyah Roro Esti mengatakan, DPR tengah menanti daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah guna menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Menurut penjelasannya, Komisi VII DPR RI sudah menerima Surat Presiden (Supres) terkait RUU EBET. Namun, hingga saat ini Komisi VII DPR RI belum menerima DIM untuk diharmonisasikan serta membentuk panitia kerja (panja).
"Alhamdulillah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menerbitkan Supres. Kami (Komisi VII DPR) masih menunggu DIM dari pemerintah. DIM ini penting agar kami dapat bergerak lebih lanjut sehingga Indonesia diharapkan telah memiliki UU EBET pada G20 Summit, November 2022," ujar Roro saat ditemui Kompas.com, Selasa (14/10/2022).
Sebagai informasi, Rapat Paripurna DPR telah menyetujui RUU EBET sebagai usulan legislatif pada Juni 2022.
Baca juga: Permintaan Bahan Bakar Fosil Mulai Turun, Analis Ungkap Strategi Percepat Transisi Energi
Adapun Substansi Pokok Pendalaman DIM RUU EBET, meliputi transisi energi dan peta jalan, sumber EBET, nuklir, perizinan berusaha, penelitian dan pengembangan, serta harga EBET.
Lalu juga dukungan pemerintah, dana EBET, tingkat komponen dalam negeri (TKDN), pembagian kewenangan, pembinaan dan pengawasan, serta partisipasi masyarakat.
Roro menjelaskan, RUU EBET dihadirkan dengan semangat transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, serta sumber daya yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Selain itu, RUU EBET diperlukan pula untuk meningkatkan ketersediaan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional. Pasalnya, hingga saat ini belum ada undang-undangan yang komprehensif untuk mengatur soal EBET.
Baca juga: Krisis akibat Invasi Rusia ke Ukraina Justru Percepat Transisi Energi
"Urgensi RUU EBET yakni sebagai salah satu isu prioritas dalam Presidensi G20, yakni transisi energi," terangnya.
Oleh karena itu, lanjut Roro, DIM dari pemerintah perlu segera diterima oleh Komisi VII DPRI RI agar dibahas lebih lanjut mengenai substansi RUU EBET dapat bergulir.
Sebagai contoh, imbuh Roro, pembahasan yang cukup mendesak mengenai pembentukan badan khusus untuk memantau transisi ke EBET dan implementasinya di Indonesia.
“Hal itu perlu ditinjau lebih lanjut apakah Indonesia membutuhkan badan tersebut atau tidak. Itu yang perlu dikaji lebih mendalam," kata Roro.
Baca juga: Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap Dalam RUU EBT
Roro berharap, kehadiran RUU EBET dapat mewujudkan sedikitnya tiga hal. Pertama, mewujudkan keberlanjutan masa depan Indonesia. Kedua, membentuk ekosistem yang baik agar sektor energi terbarukan bisa berkembang. Ketiga, mengurangi emisi karbon dari sektor energi.
Lebih lanjut Roro menjelaskan, pemerintah Indonesia berkomitmen mewujudkan target bauran EBET sebesar 23 persen pada 2025. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) merupakan salah satu pemanfaatan teknologi di sektor EBET guna mencapai target tersebut.
DPR RI bersama segenap delegasi Parliamentary Speakers’ Summit (P-20) juga berkomitmen mencapai target net zero energy (NZE) menuju energi bersih.