JAKARTA, KOMPAS.com - Adik Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Mahareza Rizky, mengaku sempat digeledah terkait kepemilikan senjata api (senpi) oleh salah satu ajudan Ferdy Sambo, Daden Al Haq.
Hal itu diungkapnya saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan dugaan pembunuhan berencana dengan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E.
Reza menceritakan, ia digeledah di rumah pribadi Sambo, Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 malam, pasca Yosua meninggal.
Awalnya, saat Reza berada di kamar kosnya, Daden menelepon dan memerintahkannya untuk pergi ke kantor Provos.
Baca juga: Suara Parau dan Air Mata Adik Brigadir J Saat Bersaksi di Sidang Pembunuhan Abangnya...
Reza yang tidak tahu bahwa abangnya sudah meninggal, mematuhi perintah itu.
Namun, ia menyempatkan diri ke rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling untuk mengambil baju pakaian dinas lengkap (PDL) yang ada di tempat pencucian baju.
Ternyata di rumah Saguling, Reza bertemu dengan Daden.
“Kamu bawa senpi enggak?,” tanya Daden seperti disebutkan Reza dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022).
“Enggak ada bang,” jawab Reza.
Baca juga: Profil Singkat Para Saksi Sidang Bharada E: Dari Pengacara Keluarga hingga Orangtua Brigadir J
Kemudian Daden memeriksa dan menggeledah jok motor Reza untuk memastikan apakah ia membawa senpi atau tidak.
Hakim ketua Wahyu Iman Santoso kemudian bertanya apakah saat itu Reza telah mencurigai tingkah Daden terkait dengan tewasnya Yosua.
“Di situ saya sudah curiga, tapi saya belum tahu apa-apa,” imbuhnya.
Baca juga: Keluarga Brigadir J Sempat Takut Laporkan Kasus Kematian Yosua karena Harus Lawan Jenderal Polisi
Dalam perkara ini Bharada E diduga menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo.
Ia merupakan satu dari lima terdakwa dalam perkara ini.
Empat terdakwa lainnya adalah Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal.
Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa para terdakwa dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Para terdakwa terancam pidana maksimal berupa hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.