Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dermaga Sabang, PT Nindya Karya Persero Dituntut Uang Pengganti Rp 44 Miliar, PT Tuah Sejati Rp 49 Miliar

Kompas.com - 04/08/2022, 19:43 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara terhadap PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati.

Jaksa menilai, dua perusahaan itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan fakta persidangan selama ini.

Dua terdakwa itu disebut jaksa terbukti melakukan korupsi dalam pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.

Baca juga: Kasus Suap Dermaga Sabang, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati Dituntut Denda Masing-masing Rp 900 Juta

Tuntutan terhadap dua korporasi itu bakal dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

"Menghukum terdakwa I PT Nindya Karya Persero dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.681.053.100," ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/8/2022).

"Menetapkan uang sebesar Rp 44.681.053.100 yang telah disita dari terdakwa I PT Nindya Karya Persero diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," kata jaksa.

Sementara itu, jaksa menuntut terdakwa II PT Tuah Sejati dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 49.908.196.378.

"Menetapkan uang sebesar Rp 9.062.489.079 dan aset terdakwa PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti," kata jaksa.

Baca juga: Sidang Kasus Suap Dermaga Sabang, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati Dituntut Hari Ini

Jaksa menilai, tindakan PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati dalam korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang Tahun Anggaran 2006-2011 itu merugikan negara Rp 313 miliar.

Kedua perusahaan itu, menurut Jaksa, bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I PT Nindya karya Persero dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp 900 juta," kata jaksa.

Dalam sidang pembacaan tuntutan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Haedar A Karim sebagai Direktur Utama, sedangkan PT Tuah Sejati juga diwakili Direktur Utamanya yakni Muhammad Taufik Reza.

Jaksa mengungkapkan, kedua korporasi itu telah memperkaya 9 pihak, yakni kuasa PT Nindya Sejati Joint Operation Heru Sulaksono, pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, serta almarhum Ramadhani Ismi.

Baca juga: Nindya Karya Didakwa Korupsi Rp 313 Miliar dalam Proyek Dermaga Sabang bersama PT Tuah Sejati

Kemudian, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Almahrum Syaiful Achmad, pegawai PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh sebagai Kepala Proyek Pembangunan Darmaga Sabang Sabir Said, dan Kepala BPKS merangkap kuasa pengguna anggaran (KPA) tahun 2004 Zubir Rahim.

Selanjutnya, Pejabat Kepala BPKS sekaligus pengguna anggaran Februari-Juli 2010, Nasruddin Daud dan Kepala BPKS merangkap KPA tahun 2011 Ruslan Abdul Gani, tenaga lepas BPKS Ananta Sofwan dan pimpinan proyek tahun 2004 Zulkarnaen Nyak Abbas dan Direktur PT Budi Perkasa Alam tahun 2007-2008 Zaldy Noor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com