Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Bantah Gugat Presidential Threshold 20 Persen karena Sulit Cari Koalisi

Kompas.com - 26/07/2022, 22:40 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menegaskan keputusan partainya untuk menggugat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen dan suara nasional 25 persen bukan untuk kepentingan Pemilu 2024.

Syaikhu mengatakan, penerapan presidential threshold 20 persen menimbulkan perpecahan di Pilpres 2014 maupun Pilpres 2019.

"Kalau ini tetap dipertahankan seperti ini, maka yang akan terjadi masyarakat kita semakin terbelah," ujar Syaikhu dalam jumpa pers di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2022).

Baca juga: Tak Mau Buru-buru Berkoalisi, PKS: Nikmati Saja, Kapan Indah pada Waktunya

 

Syaikhu menjawab pertanyaan apakah PKS sulit mencari koalisi di 2024 sehingga mengajukan gugatan presidential threshold 20 persen.

Adapun suara PKS di Pileg 2019 hanya 8,21 persen, sehingga membutuhkan partai lain untuk membentuk koalisi agar dapat mengajukan calon presiden.

Syaikhu berharap, Pemilu 2024 menghadirkan banyak pasangan calon presiden-wakil presiden.

"Kita ikhtiar mudah-mudahan polarisasi ini semakin terurai. Apalagi kalau ada tiga, empat pasangan capres, sehingga tidak sekeras dua kandidat saja," tuturnya.

Baca juga: Hakim MK Pertanyakan Alasan PKS Uji Materi soal Presidential Threshold 20 Persen

Syaikhu mengatakan, banyaknya opsi pasangan capres-cawapres di Pemilu 2024 menjadi alasan di balik PKS menggugat presidential threshold 20 persen.

Sementara itu, kata Syaikhu, PKS turut berharap agar partai lain ikut menggugat presidential threshold 20 persen.

"Mungkin setelah PKS mengajukan, mudah-mudahan partai lain ikut mengajukan judicial review terhadap ketentuan Pasal 222 ini," imbuh Syaikhu.

PKS mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Jubir PKS: Komunikasi Kami dengan Demokrat dan Nasdem Lebih Maju

Gugatan ini terkait ambang batas pencalonan presiden/presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Permohonan uji materi ini dilayangkan PKS dengan dua pemohon. Pemohon pertama adalah DPP PKS diwakili Presiden Ahmad Syaikhu dan Sekjen Aboe Bakar Al Habsyi.

Sementara itu, pemohon kedua adalah Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri.

Syaikhu berharap agar MK memutus Pasal 222 UU Pemilu inkonstitusional bersyarat.

Syaikhu mengatakan gugatan dilakukan PKS untuk memperbaiki kondisi bangsa. Sebab, keberadaan presidential threshold 20 persen telah membuat jumlah kandidat yang dapat berkontestasi pada pilpres terbatas.

Baca juga: Jubir PKS: Komunikasi Kami dengan Demokrat dan Nasdem Lebih Maju

Hal ini pun telah dibuktikan pada saat pelaksanaan Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, di mana hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com