Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi RKUHP, Pengamat Pertanyakan Cara Penegak Hukum Bedakan Kritik dan Penghinaan

Kompas.com - 07/07/2022, 14:37 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan pidana mengenai penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden yang diatur dalam Pasal 218-220 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dinilai bermasalah.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal berpandangan, publik patut khawatir bila kritik yang disampaikan justru dianggap sebagai sebuah penghinaan oleh penegak hukum.

"Permasalahannya adalah bagaimana penegak hukum hari ini kita bisa melihat membedakan mana yang itu memang kritik atau memang jelas-jelas menghina, ini yang menjadi kekhawatiran kita," kata Nicky, Kamis (7/7/2022).

Baca juga: Draf RKUHP Dibuka dan Kembali Hidupnya Ancaman Pidana untuk Pengkritik Penguasa

Menurut Nicky, ini menjadi masalah karena persepsi atas sebuah kritik atau protes merupakan suatu hal yang sifatnya subyektif.

Oleh karena itu, ia berpendapat, aparat penegak hukum perlu memiliki pemahaman yang luas dan dalam supaya dapat membedakan kritik dan penghinaan.

"Kritik bisa jadi menjadi sangat satir, menjadi sangat tajam, dan bagaimana kita bisa memisahkan itu hanya dengan daya jangkau bernalar yang cukup tajam dan daya jangkau pemahaman yang cukup dalam," ujar Nicky.

Baca juga: Ada Perubahan Ancaman Pidana Unjuk Rasa Tanpa Izin dalam Draf RKUHP, dari 1 Tahun Jadi 6 Bulan

Nicky juga menilai, perlu ada penjelasan mengenai ketentuan dalam Pasal 218 Ayat (2) yang menyebut jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri, maka tidak dikategorikan sebagai penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat.

"Ini menjadi penting sekali bagaimana ini bisa ditafsirkan seperti itu? Sedangkan kita tahu bahwa hari-hari ini sangat sesnitif sekali untuk mengkritisi kebijakan, untuk mengkritisi suatu pernyataan pemerintah atau pejabat publik," ujar Nicky.

Isi Pasal Penyerangan Harkat dan Martabat Diri Presiden

Dalam draf RKUHP yang disusun pemerintah, Pasal 218 Ayat (1) mengatur bahwa "Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV"

Pada bagian penjelasan Pasal 218 Ayat (1) dijelaskan arti frasa “menyerang harkat dan martabat diri” adalah tindakan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri.

Sedangkan dalam penjelasan Pasal 218 Ayat (2), dijelaskan frasa “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi.

Baca juga: Draf RKUHP Terbaru Masih Cantumkan Pasal Penghinaan Terhadap DPR hingga Pemda

Misalnya, melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan wakil presiden.

Di sisi lain, draf RKUHP itu juga menguraikan pengertian tentang kritik.

Pertama, kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut.

Dua, kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang objektif.

Baca juga: Perbedaan Pasal Demonstrasi Tanpa Pemberitahuan di Draf Terbaru RKUHP

Tiga, kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya.

Empat, kritik dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presiden dan wakil presiden atau menganjurkan penggantian presiden dan wakil presiden dengan cara konstitusional.

Terakhir, kritik tidak mengandung niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com