Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan 3 UU Provinsi Baru di Papua Saat UU Otsus Masih Diuji Dinilai Rawan Inkonstitusional

Kompas.com - 30/06/2022, 14:29 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan bahwa tiga undang-undang terkait pembentukan tiga provinsi baru di Papua yang disahkan DPR RI pada Kamis (30/6/2022) ini rawan dinyatakan inkonstitusional.

Sebab, pemekaran wilayah ini dilakukan pemerintah dan DPR tanpa melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) selaku lembaga negara representasi kultural orang asli Papua.

Dalam revisi kedua atas Undang-Undang tentang Otonomi Khusus (Otsus), yakni UU Nomor 2 Tahun 2021, DPR memang mengubah kewenangan pemekaran wilayah di Papua pada UU Otsus sebelumnya dari yang mulanya harus berdasarkan persetujuan MRP menjadi dapat ditempuh pemerintah pusat dan DPR tanpa menunggu persetujuan MRP.

 Baca juga: Hanya Butuh 2,5 Bulan, DPR Sahkan 3 Provinsi Baru di Papua

Revisi tersebut juga tak melibatkan MRP.

Adapun MRP lantas melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 ini.

Proses ajudikasi masih berlangsung, dengan sidang terakhir mendengarkan keterangan ahli presiden pada 17 Mei 2022.

"Prediksi yang bisa diketengahkan bahwa undang-undang terkait pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan jadi inkonstitusional seandainya MK mengabulkan permohonan dari MRP," kata Usman dalam konferensi pers virtual pada Kamis (30/6/2022) siang.

Usman menilai, ada dua kemungkinan putusan MK untuk menyatakan revisi kedua UU Otsus inkonstitusional.

Pertama, beleid itu dibatalkan secara normatif alias melanggar konstitusi.

"Misalnya dianggap melanggar Pasal 18 B UUD 1945 tentang negara menghormati satuan-satuan wilayah beserta hak-hak tradisional atau ulayat yang mereka miliki," kata dia.

"Kemungkinan kedua, dinyatakan inkonstitusional bersyarat atau seperti Undang-Undang Cipta Kerja, diberikan waktu untuk memperbaikinya," ucap Usman.

Baca juga: Komisi II Putuskan RUU Pemekaran Wilayah Papua Selasa Besok

Usman menyatakan bahwa apa yang dilakukan DPR dan pemerintah dalam membentuk tiga provinsi baru di Papua, tanpa melibatkan MRP, menguatkan wajah otoritarian negara belakangan ini.

Adapun undang-undang pembentukan provinsi baru di Papua disahkan hanya dalam kurun 2,5 bulan, dihitung sejak rancangan undang-undang (RUU) itu disahkan sebagai inisiatif DPR pada 12 April 2022.

"Ini bukti pemerintahan kita berjalan ke tatanan yang tidak demokratis, tidak ada desentralisasi. Adanya resentralisasi atau pemusatan kekuasan kembali dari daerah ke pusat," ujar Usman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com