Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hemi Lavour Febrinandez
Peneliti dan Praktisi Hukum

Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research, Jakarta.

Meneropong Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

Kompas.com - 14/06/2022, 15:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERBINCANGAN terkait pengangkatan sejumlah penjabat kepala daerah menyeruak pasca-pelantikan lima penjabat gubernur dan empat puluh tiga penjabat bupati dan wali kota sepanjang Mei 2022. Pelantikan yang dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tersebut dilakukan tanpa ketersediaan peraturan pemerintah yang mumpuni, sebagaimana perintah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021 yang kembali dipertegas oleh putusan Nomor 15/PUU-XX/2022.

MK melalui putusannya meminta pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut ketentuan tentang penjabat kepala daerah dalam Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Peraturan itu diminta untuk menyediakan mekanisme dan persyaratan yang terukur, sehingga pengangkatan penjabat kepala daerah tidak berbenturan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Baca juga: Penjabat Kepala Daerah di Persimpangan Kekuasaan

Sayangnya, peraturan yang diperintahkan MK itu tak kunjung ada hingga dilantiknya 48 penjabat kepala daerah. Pemerintah hanya berpegang pada ketentuan Pasal 201 ayat (10) dan ayat (11) UU Pilkada yang menyatakan, kekosongan jabatan gubernur dapat diisi penjabat yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya.

Sementara untuk mengisi kekosongan jabatan bupati atau wali kota, dapat diisi penjabat dari jabatan pimpinan tertinggi pratama. Proses pemilihan dimulai dari Kemendagri yang akan memberikan tiga nama calon penjabat gubernur kepada presiden. Kemudian, presiden akan memilih penjabat gubernur.

Sedangkan untuk penjabat bupati dan wali kota akan dipilih langsung oleh Kemendagri berdasarkan usulan dari gubernur.

Celah masalah

 

Celah masalah muncul dari ketiadaan prasyarat lain yang harus dipenuhi calon penjabat kepala daerah selain jabatan pimpinan tinggi aparatur sipil negara (ASN). Ketika tidak terdapat kejelasan indikator pemilihan, akan menjadi sebuah pertanyaan besar bagaimana cara presiden dan mendagri menetapkan orang yang akan dipercaya untuk menjadi penjabat kepala daerah.

Ketidakjelasan metode pemilihan hingga keputusan akhir yang hanya berada di tangan pemerintah pusat akan mengancam prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Penundaan penyelenggaraan pilkada tahun 2022 dan 2023 sebagaimana amanat UU Pilkada menjadi satu hal yang harus diterima sebagai konsekuensi agar Pilkada Serentak 2024 dapat dilaksanakan.

Pengangkatan penjabat kepala daerah juga merupakan sebuah solusi untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di beberapa provinsi, kabupaten, dan kota.

Namun, menjadikan dua hal tersebut sebagai alasan pembenar sentralisasi kewenangan pemilihan penjabat kepala daerah hanya kepada pemerintah pusat merupakan sebuah kekeliruan. Tidak dapat diberikan pemakluman terhadap mekanisme pemilihan penjabat kepala daerah yang tidak transparan dan tanpa partisipasi publik yang lebih luas.

Meskipun berada dalam keadaan di luar kebiasaan, tetapi pemerintah tidak dapat mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dalam memilih individu yang akan menjadi pemimpin di sebuah daerah.

Ketika hal ini tetap dibiarkan, maka pengisian jabatan kepala daerah di Indonesia hari ini tak ubahnya dengan yang dilakukan pemerintahan Orde Lama. Pasal 4 Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan, kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden bagi daerah tingkat I (saat ini provinsi) dan menteri dalam negeri dan otonomi daerah bagi daerah tingkat II (saat ini kabupaten/kota).

Baca juga: Alasan Dominggus Mandacan Tak Hadiri Pelantikan Penjabat Gubernur Papua Barat

 

Proses awalnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan mengajukan calon-calon kepala daerah yang kemudian masing-masing diangkat oleh presiden dan menteri dalam negeri dan otonomi daerah. Meskipun berada di tengah-tengan Demokrasi Terpimpin yang cenderung sentralistik, tetapi masih terdapat pelibatan DPRD dalam proses pencalonan, meskipun keputusan awal tetap berada di tangan pemerintah pusat.

Keberadaan sebuah peraturan pelaksana terkait pengangkatan penjabat kepala daerah sebagaimana yang diperintahkan Putusan MK 15/PUU-XX/2022 menjadi hal yang penting. Pada bagian pertimbangan hukum, MK telah menjelaskan bahwa pemerintah perlu menyediakan aturan yang memuat mekanisme dan persyaratan dalam memilih calon penjabat kepala daerah.

Penetapan harus terbuka dan akuntabel

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com