JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dilaporkan ke Ombudsman RI atas dugaan malaadministrasi, berkaitan dengan proses penentuan penjabat (pj) kepala daerah yang tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Pelaporan dilakukan pada Jumat (3/6/2022) siang oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca juga: Tito Karnavian Yakin ASN Tidak Akan Korupsi jika Sejahtera
Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, menyebut bahwa malaadministrasi itu berkenaan dengan dugaan penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh Mendagri.
"Kami menilai pengangkatan (penjabat kepala daerah) yang dilakukan berpotensi menghadirkan konflik kepentingan serta melanggar asas profesionalitas sebagai bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), karena menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif," jelas Andi dalam keterangan tertulis, Jumat.
Baca juga: Profil Akmal Malik, Anak Buah Tito Karnavian yang Jadi Pj Gubernur Sulawesi Barat
Ada sedikitnya 6 pelantikan penjabat kepala daerah yang disoroti.
Pertama, Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai pj gubernur Banten.
Kedua, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai pj gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
Ketiga, anak buah Tito yang berkedudukan sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, sebagai pj gubernur Sulawesi Barat.
Baca juga: Jokowi Minta Tito Karnavian Buatkan Aturan Stempel Desa Pakai Lambang Burung Garuda
Keempat, Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kemenpora, Hamka Hendra Noer, sebagai pj gubernur Gorontalo.
Kelima, Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kemendagri, Komjen (Purn) Paulus Waterpauw, sebagai pj gubernur Papua Barat.
Keenam, yang paling banyak menuai kecaman, yakni ditunjuknya perwira tinggi TNI aktif, Brigjen Andi Chandra As’Aduddin, sebagai pj bupati Seram Bagian Barat.
Baca juga: Di Depan Tito Karnavian, Megawati Singgung soal Pemekaran Daerah
Sorotan tak terlepas dari fakta bahwa pemerintah hingga sekarang tak menerbitkan ketentuan yang sahih tentang mekanisme penunjukkan penjabat kepala daerah.
Tidak ada transparansi mengenai kriteria yang digunakan pemerintah dalam menyeleksi nama-nama tertentu guna ditempatkan sebagai penjabat kepala daerah sementara menunggu Pemilu Serentak 2024.
"Mendagri dalam hal ini telah menempatkan penjabat kepala daerah secara tidak transparan dan akuntabel," ujar Andi.
"Dalam penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah, (Mendagri) telah menerabas berbagai peraturan perundangan, seperti UU TNI, UU Polri, UU ASN, UU Pemilihan Kepala Daerah hingga dua Putusan Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Baca juga: Mendagri Minta Pemda Lakukan Survei Serologi Sebelum Longgarkan Kebijakan Terkait Covid-19
Semua ini dianggap sebagai penyimpangan atas prinsip-prinsip demokrasi sekaligus melanggar hukum.
"Atas dasar tersebut, kami meminta Ombudsman RI sesuai tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan dan/atau pengaduan secara transparan dan akuntabel, serta menyatakan malaadministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan penjabat kepala daerah," ujar Andi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.