Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Korneles Materay
Peneliti Hukum

Peneliti Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award

Meninjau Ulang Wacana Penghapusan Syarat Ketat Remisi Koruptor dalam RUU PAS

Kompas.com - 31/05/2022, 06:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RASIO legis memperketat syarat remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi ialah karena sifat kejahatan luar biasa dengan dampak mengerikan dan tak terbatas.

Sebagai misal, ketika terjadi korupsi politik, implikasi besar yang bisa dirasakan antara lain: menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah; merusak sistem demokrasi dan tatanan nilai; memengaruhi kepatuhan hukum hingga memperlambat pembangunan nasional.

Dari sudut pandang filosofis dan sosiologis, pengetatan syarat narapidana korupsi mendapatkan hak remisi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat akibat korupsi.

Remisi sebagai hak narapidana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf (i) dan ayat (2) UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Dari UU ini, lahir PP 32/1999, PP 28/2006 dan terakhir PP 99/2012 sebagai peraturan pelaksana yang mengatur syarat-syarat dan tata cara pemberian remisi bagi narapidana.

Untuk tindak pidana korupsi, PP 99/2012 menambah syarat-syarat khusus seperti narapidana harus bersedia menjadi justice collaborator dan membayar lunas denda dan uang pengganti.

Pada 28 Oktober 2021, Mahkamah Agung membatalkan PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

Publik cukup terkejut dengan putusan itu, lantaran perubahan sikap MA yang dinilai tidak konsisten dengan putusan terdahulunya.

Bahkan, salah satu anggota majelis hakim dahulu menolak permohonan pembatalan PP 99/2012 karena tidak bertentangan dengan UU dan prinsip hukum lainnya.

Sebelum pembatalan itu, Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan (RUU PAS) di DPR berusaha menghapuskan syarat pengetatan remisi.

Penolakan publik mengalir sejak munculnya draf RUU PAS sejak tahun 2019 dan semakin meruncing tahun 2020 dan 2021. Hasilnya, pembahasan RUU PAS ditunda.

Namun, pada 25 Mei 2022, DPR dan Pemerintah telah menyepakati pembahasan RUU PAS akan dibawa ke pembahasan tingkat kedua atau paripurna.

Targetnya disahkan pada Juli mendatang. Salah satu titik krusial RUU PAS masih terkait potensi mempermudah koruptor mendapatkan remisi dan mempersamakan kejahatan luar biasa ini dengan tindak pidana biasa.

Tulisan ini mencoba menyajikan kembali dukungan peradilan yang pernah ada terhadap syarat pengetatan pemberian remisi sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya melawan korupsi.

Sekaligus untuk menjawab salah tuding kelompok kontra dalam beberapa isu yang melekat sehingga mendorong mereka mengambil inisiatif pengujian PP 99/2012 dan UU 12/1995 khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf i dan ayat (2) sekaligus upaya legislasi baru dalam RUU PAS.

Tujuannya adalah agar politik legislasi dalam RUU PAS bisa lebih mendalam melihat kebutuhan dan aspirasi masyarakat sehingga tidak serta merta konteks pembatalan PP 99/2012 bisa menjadi landasan bagi legislator menghapuskan ketentuan pengetatan remisi.

Isu seputar hak remisi dan pendapat pengadilan

Jika ditelisik secara singkat pandangan lembaga peradilan khususnya dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian PP 99/2012 dan Pasal 14 ayat (1) huruf i dan ayat (2) UU 12/1995 terdapat beberapa hal penting.

Pertama, pengetatan syarat remisi koruptor berdasar secara hukum dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

Argumentasi pemohon uji materi PP 99/2012 seringkali menuding beleid ini bertentangan dengan UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Pasal 14 ayat (2) UU 12/1995 mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan remisi dalam PP.

Secara teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, PP adalah peraturan yang ditetapkan Presiden untuk menjalankan undang-undang dan materi muatannya berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Mahkamah Agung sejak dalam Putusan 51 P/HUM/2013 menyatakan “bahwa tidak ternyata ada pertentangan antara PP 99/2012 dengan UU 12/1995 karena tujuan utama dari PP 99/2012 adalah pembinaan narapidana. Bahwa PP 99/2012 adalah pelaksanaan dari pendelegasian yang diperintahkan UU 12/2011.”

Pendirian ini pula tercermin dalam Putusan Nomor 56 P/HUM/2013 yang menyatakan, "hakekat dari pasal-pasal dalam PP 99/2012 adalah pengetatan pemberian remisi, yang sebenarnya sudah pernah diatur dalam PP 28/2006. Bahwa pengetatan remisi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat karena kejahatan tersebut merupakan kejahatan luar biasa yang mengakibatkan kerugian besar bagi Negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat. Jadi tidak bertentangan dengan UU 12/1995, UU 39/1999, UU 10/2004 (sudah tidak berlaku), dan UUD 1945.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Projo: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com