Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Bawaslu, Sejarah hingga Tugas dan Wewenang

Kompas.com - 17/05/2022, 11:48 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah satu-satunya lembaga negara yang diberi tugas dan wewenang untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu).

Sesuai namanya, Bawaslu berperan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu yang digelar setiap 5 tahun sekali dan menjadi bagian praktik demokrasi di Indonesia.

Dikutip dari situs Bawaslu, lembaga itu berdiri atas desakan rakyat dan sejumlah elite politik di masa Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Indonesia baru bisa menggelar pemilu yang kedua pada 1971, karena masalah keamanan dalam negeri dan persaingan politik. Pemilu pada 1971 pun digelar setelah kekuasaan Presiden ke-1 Republik Indonesia Ir. Soekarno berakhir.

Pemilu 1971 diikuti 10 partai politik dan 1 ormas, yaitu NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Hasil Pemilu 5 Juli 1971 itu menyatakan Golkar sebagai pemilik suara mayoritas diikuti NU, PNI, dan Parmusi.

Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR pada bulan Maret tahun 1973 yang melantik Soeharto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga: Di DPR, Bawaslu Ungkap 6 Program Prioritas Jelang Pemilu 2024

Akan tetapi, masyarakat meragukan kejujuran pemerintah dalam menggelar pemilu. Masyarakat melakukan berbagai protes karena diduga pemilu 1971 sarat manipulasi yang dilakukan oleh pejabat pemilu.

Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam pelaksanaan pemilu berlanjut hingga pemilu 1977. Saat itu Golkar kembali menang dan partai politik pesaingnya seperti Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengkritik pemerintah untuk memperbaiki undang-undang dan kualitas pemilu pada 1982.

Karena hujan kritik itu, pemerintah akhirnya membentuk Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Panwaslak ini merupakan penyempurna dan bagian dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan saat itu lembaga itu masih bagian dari Kementrian Dalam Negeri.

Baca juga: Bawaslu Diminta Antisipasi Kemungkinan Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Politik Uang

Akan tetapi, kondisi demokrasi Indonesia tak membaik sampai akhirnya rezim Orde Baru dan Presiden Soeharto tumbang pada 21 Mei 1998.

Sebagai salah satu tuntutan gerakan reformasi, pemerintah diminta menggelar penyelenggaraan pemilu yang bebas dari tekanan penguasa. Pemerintah lantas membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Panwaslak juga mengalami perubahan nomenklatur menjadi panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Setelah itu, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 terjadi perubahan mendasar tentang kelembagaan pengawas pemilu.

Beleid itu menjelaskan pelaksanaan pengawasan pemilu dibentuk sebuah lembaga Ad hoc (sementara) yang terlepas dari struktur KPU. Selanjutnya kelembagaan pengawas pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Mulanya pengangkatan dan pembentukan Bawaslu dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota masih menjadi wewenang KPU. Namun, setelah diajukan uji materi (judicial review) atas UU Nomor 22 Tahun 2007 ke Mahkamah Konstitusi (MK) diputuskan Bawaslu berwenang penuh dalam mengangkat petusa pengawas pemilu dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota.

Baca juga: Tahapan Pemilu 2024 Semakin Dekat, Bawaslu Solo Bersiap Jaring Pemilih Aktif Demokrasi

Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Bawaslu

Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Pengawas Pemilu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah sebagai berikut :

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com