JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan akademisi yang tergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan khawatir wacana perpanjangan masa jabatan presiden bisa membuat praktik demokrasi di Indonesia seolah mundur dan membuat bangsa dan negara berada di ambang pemerintahan otoriter.
"Masa depan demokrasi di Indonesia kini berada pada titik nadir karena pintu kembalinya otoritarianisme semakin terbuka lebar, setelah sejumlah elite politik semakin terang-terangan bermanuver untuk mendorong adanya perpanjangan masa jabatan bahkan penambahan periode ketiga jabatan presiden," demikian isi pernyataan pers KIKA yang diterima Kompas.com, Rabu (16/3/2022).
Menurut KIKA, salah satu cara yang ditempuh untuk memuluskan agenda perpanjangan masa jabatan presiden adalah dengan mengusulkan amendemen kelima Undang-Undang Dasar 1945.
Selain upaya melakukan amendemen UUD 1945, KIKA menyatakan ada juga upaya untuk mengubah sistem pemilu menjadi kembali tidak langsung, yang dengan demikian menempatkan kedudukan presiden kembali sebagai mandataris MPR. Pendapat itu disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo pada 11 Maret 2022 lalu.
"Dorongan amendemen ini dapat menjadi jalan pembuka yang lebih lapang kepada elite politik untuk tidak hanya mengubah aturan mengenai masa jabatan presiden, akan tetapi juga mengubah ketentuan-ketentuan yang dapat membawa Indonesia ke masa otoritarianisme," lanjut pernyataan KIKA.
KIKA menilai usulan amendemen UUD 1945 terkait perpanjangan masa jabatan sama dengan mengebiri prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Baca juga: Mahfud: Pemerintah Tak Pernah Bahas Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mulanya mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar lantas mengusulkan gagasan tentang penundaan pemilu 2024. Tidak lama kemudian Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan hal yang sama.
Selain alasan pemulihan ekonomi, Muhaimin mengatakan banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata Muhaimin, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Baca juga: 3 Pernyataan Jokowi Terkait Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden…
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube menyatakan dia memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.
Luhut mengklaim terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu. Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki dan belum ada tokoh yang bisa menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin.
Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur, kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang sama.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, 4 Maret 2022 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.